Surabaya (ANTARA News) - Kenaikan tarif tol yang diberlakukan pemerintah untuk sejumlah ruas jalan tol di Indonesia belakangan ini, akan berpengaruh terhadap biaya yang harus ditanggung dunia usaha. "Kenaikan itu tentu tidak hanya dirasakan pelaku usaha bidang transportasi, tetapi juga pelaku usaha pada umumnya," kata Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jatim, Isdarmawan Asrikan, di Surabaya, Selasa. Sebab, katanya, menanggapi kenaikan tarif tol belakangan ini, tarif tol yang diberlakukan tersebut, pada akhirnya juga akan menambah beban biaya dunia usaha dan masyarakat. Apalagi, dunia usaha di Jatim selama ini masih diihadapkan dengan hambatan dampak luapan lumpur Lapindo Brantas Inc di Sidoarjo yang belum tersolusikan secara tuntas. Tarif distribusi barang sebagai salah satu mata rantai usaha, lanjut Isdarmawan, sudah pasti akan masuk dalam kalkulasi biaya oleh para pelaku usaha. Karena itu, ia tidak yakin, jika kenaikan tarif tol itu akan ditanggung sendiri oleh pelaku usaha transportasi, tapi akan dibebankan pula kepada pelaku usaha lainnya. Jajaran pengusaha angkutan darat (Organda) pada akhirnya akan melakukan penyesuaian tarif angkutan petikemas dari gudang eksportir ke pelabuhan pemuatan. Sementara itu, Ketua Organda Jatim, HB Mustafa memprotes terhadap kebijakan pemerintah menaikkan tarif tol. Apalagi, kondisi jalan tol di Jatim tidak layak, karena banyak yang rusak. Contohnya, ruas tol Surabaya-Gresik yang kondisi rusak, bergelombang dan banyak bagian jalan yang retak-retak dan sebagian lainnya tidak memiliki pembatas, sehingga membahayakan pengguna jalan. Selain itu, lampu penerang di jalur tol dinilai juga tidak memadai. Menurut Mustafa, masyarakat pengguna jalan tol di Jatim kini masih berduka akibat luapan lumpur Lapindo Brantas di Porong Sidoarjo. Kendaraan angkutan umum penumpang dan barang tidak bisa melaju lancar akibat tidak berfungsinya ruas tol Porong-Gempol.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007