Jakarta (ANTARA News) - Menteri Agama, M. Maftuh Basyuni mengatakan jika umat Islam Indonesia bersatu, maka pelaksanaan ibadah pada awal Ramadhan bisa dilaksanakan bersama, karena acuannya sudah jelas, yaitu taat kepada Allah dan Nabi Muhammad SAW dan "ulil amri" (pemerintah).
"Kalau mau bersatu dan mau melaksanakan perintah Allah, hal itu bisa dilaksanakan," kata Menag, usai memberi pencerahan pada Rapat Koordinasi Bidang Keagamaan DPP Partai Golkar di Jakarta, Selasa.
Hadir dalam acara tersebut dari perwakilan Katolik, Romo Eddy, Richard Daulay (PGI), Ma`ruf Amin (MUI), Dr. Imade Gede (Hindu) dan Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzzeta.
Dalam Raker para peserta dari berbagai daerah menyoroti soal kerukunan umat beragama dan penanganan kemiskinan di berbagai wilayah.
Namun pembicaraan soal kerukunan umat beragama mendapat perhatian serius lantaran para peserta ingin mendapat kejelasan langkah-langkah yang ditempuh Departemen Agama untuk menciptakan kerukunan antarumat.
Mengenai soal penentuan awal Ramadhan yang juga menjadi perhatian masyarakat di tanah air, Menteri menjelaskan mulai 11 September akan dilakukan proses pencarian hilal.
Bila pada malam harinya (selepas Maghrib) hilal sudah bisa terlihat, maka umat Islam Indonesia memulai puasa pada 12 September.
"Tetapi, kalau tanggal 11 September itu belum terlihat hilal, maka kita lanjutkan tanggal 12 September," kata Menag.
Ia menambahkan pada 12 September, warga masyarakat masih bisa menyaksikan secara langsung proses pencarian hilal tersebut.
Untuk tahun ini, lanjut Maftuh, melihat hilal dilakukan bekerja sama dengan Departemen Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Selain itu, juga dilakukan bekerja sama dengan stasiun televisi, sehingga masyarakat dapat mengetahui secara detail jalannya pencarian hilal.
Mengapa setiap tahun selalu berulang perbedaan dalam menentukan awal Ramadhan dan 1 Syawal, ia mengemukakan adalah karena setiap organisasi massa Islam mempunyai acuan atau referensi berbeda.
Namun ia menekankan perbedaan cara atau metode menentukan permulaan Ramadhan hendaknya jangan sampai menimbulkan perpecahan di kalangan umat. Semua warga hendaknya menghormati perbedaan sebagai bentuk rahmat dari Allah SWT.
Ketika ditanya bagaimana sikap pemerintah terhadap organisasi masyarakat yang sudah menentukan lebih dulu awal bulan puasa sebelum melihat hilal, Menteri menegaskan hal itu termasuk perbedaan yang tetap layak dihormati.
Kendati demikian, Maftuh mengingatkan sebenarnya perbedaan tersebut tak perlu terjadi apabila semua warga kembali kepada prinsip dasar pelaksanaan ajaran agama.
Menurut Maftuh, Islam sudah menegaskan kepada umatnya agar mematuhi aturan-aturan Allah, Rasulullah, dan para pemimpin atau pemerintah (ulil amri) dalam menjalankan syariat agama.
"Yah, kalau semua umat mengikuti keputusan pemerintah tentu tidak akan ada perbedaan menentukan awal puasa," ucap Menag.
Terkait dengan kerukunan umat menjelang Ramadhan ini, di hadapan para Rakornas DPP Golkar itu, ia mengatakan untuk menyatukan kehidupan yang harmonis dan kerukunan perlu adanya pengamanan.
Manusia adalah mahluk terbaik yang diciptakan Tuhan. Malaikat saja kalah sempurna. Yang membuat manusia lebih baik karena punya "domir" (nurani).
"Dengan adanya nurani itu, manusia mengatasi segala perbedaan. Tak akan ada peristiwa Poso," kata Maftuh. (*)
Copyright © ANTARA 2007