Surabaya (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menanggapi aksi demonstrasi (demo) mahasiswa tentang penolakan RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP). Tanggapan itu tersirat dalam kuliah umum Kepala Negara bertajuk "Kemandirian Bangsa Indonesia Dalam Menghadapi Persaingan Global" di aula Rektorat Unair Surabaya, Selasa. Bersamaan kuliah umum presiden itu, sekitar 500 aktivis mahasiswa dari berbagai kampus melakukan aksi penolakan RUU BHP dari radius 1-2 kilometer dari kampus Unair Surabaya. Namun, penolakan RUU BHP itu ditanggapi presiden berdasarkan pernyataan sikap BEM Unair secara tertulis melalui Sekretaris Kabinet (Seskab) Letjen TNI (Purn) Sudi Silalahi, yang juga ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Unair. Dalam pernyataan sikap itu, BEM Unair menyoroti masalah anggaran pendidikan 20 persen yang belum dipenuhi pemerintah dan masalah RUU BHP yang membuat perguruan tinggi menjadi mahal. "Kami menolak rencana pemerintah melegalkan RUU BHP, karena tidak memihak rakyat. Kami menuntut pendidikan murah dan bukan dengan menghisap darah rakyat," kata Ketua Umum Gerakan Mahasiswa (Gema) Pembebasan, Wahyu Budi Setiawan. Perwakilan dari ratusan demonstran itu akhirnya diterima Juru Bicara Kepresidenan Andi Malarangeng, namun dialog mereka tidak membuahkan kesepakatan bersama. Menanggapi penolakan RUU BHP itu, Presiden menyatakan, penolakan BEM Unair itu merupakan hal biasa dalam setiap penerapan sistem baru. "Sistem baru itu memang selalu mengundang pro dan kontra, sistem baru itu tidak ada yang diterima dengan pro dan pro. Yang penting, sistem baru itu transparan, sesuai dengan kondisi yang tidak dipaksakan serta kekurangan yang muncul diusahakan untuk ditutupi," katanya. Oleh karena itu, penolakan RUU BHP harus dijadikan masukan yang nantinya akan dapat menutupi kelemahan dari RUU BHP itu, kata presiden. Secara terpisah, Dirjen Dikti Depdiknas, Prof Ir Satryo Sumantri Brodjonegoro ketika dikonfirmasi ANTARA mengatakan, RUU BHP disalahpahami. "RUU BHP itu justru memposisikan pendidikan secara adil. Masak mereka yang mampu dan tidak mampu diharuskan membayar dengan nilai yang sama. Itu tidak adil," katanya menjelaskan. Oleh karena itu, mereka yang mampu harus membayar pendidikan dengan mahal, tapi mereka yang tidak mampu akan dijamin untuk tetap bisa kuliah. "Jadi, RUU BHP itu tidak akan membuat mereka yang tidak mampu tidak bisa kuliah. Mereka akan tetap bisa kuliah," katanya menegaskan. Ia menyatakan, pendidikan gratis itu tidak adil, karena hal itu akan menguntungkan mereka yang mampu. "Yang mampu harus bayar mahal, tapi yang tak mampu akan dibantu," katanya. Kuliah umum Presiden Yudhoyono itu dihadiri sekitar 500 undangan, termasuk rektor PT se-Jatim dan Bali serta Rektor Universitas Lambung Mangkurat, Rektor Universitas Mulawarwan, dan Rektor Universitas Hasanuddin. Selain itu, Rektor Universitas Diponegoro, Rektor Universitas Negeri Jogjakarta, Rektor Universitas Semarang, pimpinan fakultas dan lembaga di lingkungan Unair, guru besar, dosen, dan perwakilan mahasiswa. Usai kuliah umum itu, Presiden beserta Ibu Hj Ani Bambang Yudhoyono, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Gubernur Jawa Timur menyaksikan "display" riset unggulan Unair. Riset unggulan Unair yang disaksikan antara lain pengendalian flu burung di Indonesia, manajemen musibah massal, serta pemberdayaan masyarakat dan petani dalam penerapan teknologi berbasis natural.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007