Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah Selasa pagi turun tipis dalam kisaran sempit, akibat lesunya aktivitas perdagangan, karena pelaku pasar menunggu keluarnya indikator ekonomi AS hari ini. Nilai tukar rupiah melemah menjadi Rp9.395/9.405 per dolar AS dibanding penutupan hari sebelumnya Rp9.388/9.389 atau melemah tujuh poin. Analis Valas PT Bank Niaga Tbk, Noel Chandra, di Jakarta, mengatakan Bank Indonesia (BI) tampaknya sangat berperan terhadap pergerakan rupiah yang cenderung bergerak dalam kisaran yang menyempit. BI secara ketat terus memantaunya, sehingga rupiah tidak bergejolak dan bergerak dalam kisaran yang melebar, katanya. Rupiah, lanjut dia, sejak minggu lalu hingga saat ini masih dalam kisaran yang sempit, seiring dengan aktifnya BI berada di pasar memantau pergerakan mata uang lokal itu. "Kami memperkirakan kondisi ini akan memicu rupiah menguat yang juga didukung oleh Bank Sentral AS (The Fed) yang berencana akan menurunkan The Federal Fund Rate pada bulan ini," katanya. The Fed, menurut dia, berusaha menurunkan kekhawatiran pelaku pasar terhadap kasus gagal bayar kredit perumahan (subprime mortgage) di AS dengan menjamin pertumbuhan ekonomi akan berjalan sebagaimana mestinya. Karena itu, penurunan suku bunga merupakan salah satu faktor yang bisa menekan inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi berjalan lebih baik, katanya. Ia mengatakan, rupiah ketika dibuka sudah mencapai angka Rp9.390 per dolar AS dan menjelang penutupan pasar kembali tertekan hingga posisinya mencapai Rp9.395 per dolar AS. Hal ini menunjukkan bahwa pasar masih negatif terhadap rupiah menjelang The Fed akan menurunkan tingkat suku bunganya setelah sebelumnya menurunkan bunga diskonto sebesar 50 basis poin menjadi 5,75 persen. Sementara itu euro terhadap dolar AS turun menjadi 1,3615 dari 1,3624 dan dolar AS terhadap yen menjadi 115,80 dari 115,97. (*)
Copyright © ANTARA 2007