Jakarta (ANTARA News) - Upaya penanggulangan tindak pidana pemalsuan obat hingga kini belum dikoordinasikan secara sistematis sehingga belum berdampak nyata terhadap penurunan kasus pemalsuan obat dan peredaran obat palsu di tanah air. "Belum ada koordinasi sistematis antar-departemen dan antar-instansi terkait dalam hal ini," kata Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), Justiasari Perdana Kusumah, SH dalam diskusi mengenai obat palsu di Jakarta, Senin. Hal itu, menurut dia, antara lain terlihat dari belum adanya keselarasan langkah dari departemen dan instansi pemerintah yang terkait dalam hal pencegahan dan penanggulangan tindak pidana pemalsuan obat. "Persepsi setiap pemangku kepentingan tentang penanganan obat palsu pun belum sama," katanya. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Husniah Rubiana Thamrin Akib pun mengatakan bahwa aparat penegak hukum hingga saat ini belum memiliki persepsi yang sama dengan BPOM terkait penanganan kasus pemalsuan obat. Misalnya saja, ia mencontohkan, kasus penggantian isi obat diabetes dengan tepung. "Aparat hukum bisa menganggapnya tidak berbahaya karena tepung tidak membahayakan kesehatan namun bagi orang medis seperti kami itu berbahaya sebab kalau obat berisi tepung itu diberikan pada pasien dalam kondisi gawat darurat dampaknya bisa membahayakan keselamatan pasien," jelas Husniah. Akibat ketidaksamaan persepsi antara pelaku medis dengan aparat penegak hukum tersebut, jelas dia, sanksi yang dikenakan terhadap pelaku pemalsuan obat seringkali terlalu ringan. "Hukuman yang dijatuhkan sangat ringan, kadang cuma percobaan, sehingga tidak menimbulkan efek jera terhadap pelaku dan bahkan bisa memunculkan multiplikasi sebab orang melihat tindak pemalsuan obat untungnya besar dan jeratan hukumnya ringan jadi ingin meniru," jelasnya. Oleh karena itu, kata Husniah, pihaknya berusaha mengoptimalkan upaya penanggulangan obat palsu dengan meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait termasuk aparat kepolisian dan kejaksaan. "Kami sudah membuat nota kesepahaman dengan kepolisian dan akan menandatangani nota kesepahaman dengan kejaksaan," jelasnya. Menanggapi pernyataan tersebut, Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya AKBP Drs.Rusli Hedyaman dan Direktur Pra Penuntutan Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Muchammad Ismail, SH mengatakan bahwa pihak instansi mereka juga berkomitmen memberantas tindak pidana pemalsuan obat. Pihak kepolisian dan kejaksaan, kata mereka, juga bersedia bahu membahu dengan departemen dan lembaga terkait lainnya untuk memberantas tindak pidana pemalsuan obat. Di lain pihak, Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Parulian Simanjuntak pun menyatakan bahwa selama ini pihak industri farmasi pun berpartisipasi dalam upaya penanggulangan obat palsu dan bersedia bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait untuk memerangi pemalsuan obat. Ia menjelaskan selama ini pihaknya hanya bisa melakukan intervensi di periode awal dan akhir produksi untuk mencegah tindak pidana pemalsuan obat. "Pada awal kita berusaha membuat produk yang mudah diidentifikasi keasliannya dan sulit dipalsukan atau butuh biaya sangat besar bila ingin membuat produk palsunya. Kami juga bekerja sama dengan perusahaan pengemas untuk membuat kemasan obat yang sulit ditiru," katanya. Sementara pada bagian akhir, ia melanjutkan, pihaknya berusaha menyebarluaskan informasi mengenai bahaya obat palsu.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007