Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPRD Lampung Tengah Rusliyanto dituntut 5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik selama 5 tahun karena dinilai terbukti menerima suap Rp1 miliar dari Bupati Lampung Tengah Mustafa.

"Menuntut, agar majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan terdakwa Rusliyanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif pertama dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Rusliyanto dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum (JPU) Subari Kurniawan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis malam.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama pasal 12 huruf a UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1.

JPU KPK juga menuntut pencabutan hak politik Rusliyanto.

"Meminta majelis hakim untuk menjatuhkan pidana tambahan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," tambah Subari.

Jaksa KPK menolak memberikan status saksi pelaku yang bekerja sama dengan penuntut umum (justice collaborator) yang diajukan oleh Rusliyanto ada 14 Agustus 2018.

"Atas permohonan JC terdakwa selama dalam proses persidangan baik atas nama terdakwa sendiri, Mustafa, Taufik Rahman dan Natalis Sinaga, terdakwa benar bekerja sama dan kooperatif. Terdakwa juga bukan sebagai pelaku utama yang mengatur permintaan uang dari kepala daerah untuk mendapat kesediaan pemberian pinjaman dan selama di persidangan mengakui dan merasa bersalah serta sudah mengembalikan Rp40 juta tapi keterangan saat menjadi terdakwa dan saksi dalam perkara lain bukan satu-satunya keterangan saksi yang membuka keterlibatan pihak-pihak lain sehingga permintaan JC terdakwa patut dikesampingkan," jelas jaksa Dormian.

Dalam perkara ini, Rusliyanto dinilai terbukti menerima Rp1 miliar dari Bupati Lampung Tengah Mustafa agar menyetujui rencana pinjaman daerah kabupaten Lampung tengah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp300 miliar pada anggaran 2018 dan menandantangani menandatangani surat pernyataan kesediaan pimpinan DPRD Kabupaten Lampung Tengah untuk dilakukan pemotongan terhadap Dana Alokasi Umum (DAU) dan atau Dana Bagi Hasil (DBU) Lampung Tengah dalam hal terjadi gagal bayar.

Untuk memenuhi persyaratan pinjaman daerah wajib mendapatkan persetujuan DPRD, Bupati Lampung Tengah Mustafa juga meminta pertimbangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan dijawab belum dapat memberikan pertimbangan pinjaman daerah karena pemkab Lamteng belum melengkapi persyaratan berupa dokumen Persetujuan DPRD, Rancangan APBD 2018 dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah TA 2016.

Mustofa mengusulkan untuk mengajukan pinjaman daerah, namun mayoritas fraksi di DPRD Lampung Tengah tidak setuju dilakukan pinjaman daerah kepada PT SMI, sehingga Mustafa bertemu dengan Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah dari fraksi PDI-Perjuangan Natalis Sinaga. Mustafa meminta Natalis meneytujui pinjaman daerah itu dan mengajak untuk mempengaruhi anggota DPRD dari Gerindra dan Demokrat ikut menyetujuinya.

PT SMI secara resmi menanggapi permohonan pinjaman daerah dari Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah. Surat tersebut mensyaratkan adanya Surat Pernyataan Kepala Daerah yang telah disetujui pimpinan DPRD mengenai kesediaan pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Bagi Hasil (DBH) secara langsung dalam hal terjadi gagal bayar yang harus ada sebelum pelaksanaan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) pinjaman pembiayaan antara Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah dengan PT SMI.

Agar surat pernyataan pimpinan DPRD ditandatangani, Natalis Sinaga meminta ada uang sebesar Rp2,5 miliar agar Natalis dan pimpinan DPRD lainnya akan menandatangani surat pernyataan mengenai kesediaan pemotongan DAU atau DBH ditandantangai tiga orang pimpinan DPRD yaitu Achmad Junaidi Sunardi, Natalis Sinaga dan Riagus Ria.

Natalis lalu mengarahkan stafnya Taufik Rahman agar mengumpulkan uang dengan cara menghubungi para rekanan yang belum menyerahkan "commitment fee" di Dinas Bina Marga.

Pengusaha yang memberikan uang adalah Miftahullah Maharano Agung alias Rano sebesar Rp900 juta. Selanjutnya Taufk Rahman memerintahkan Supranowo menggenapkan menjadi Rp1 miliar dengan mengambil Rp100 juta dari dana taktis Dinas Bina Marga.

Uang Rp1 miliar itu dimasukkan ke dalam kardus dan diserahkan ke saudara ipar Ruslyanto bernama Mu Andi Perangin-Angin pada 13 Februari 2018.

Keesokan harinya, 14 Februari 2018, Rusliyanto bersama Ketua fraksi PDIP Raden Zugiri menemui Julion Effendi dan meminta Julion menandatangani surat pernyataan atas perintah Natalis Sinaga.

Selanjutnya petugas KPK melakukan penangkapan terhadap Rusliyanto dan Natalis Sinaga serta mengamankan uang pemberlian Mustafa melalui Taufik Rahman sebesar Rp1 miliar namun setelah dihitung jumlahnya hanya Rp996,15 juta.

Atas tuntutan tersebut, Rusliyanto akan mengajukan nota pembeleaan (pledoi) pada 18 Oktober 2018.

Terkait perkara ini, Bupati Lampung Tengah Mustafa sudah divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta dan subsider 3 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik selama 2 tahun sedangkan Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah Taufik Rahman divonis 2 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018