Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan bukti setor uang pengganti yang dibayarkan para terpidana kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta senilai Rp2,6 triliun telah diterima. "Kita telah terima bukti setor uang pengganti," kata Anggota BPK yang menangani masalah tersebut, Imran, bersama Departemen Keuangan dan Kejaksaan Agung dalam jumpa pers di Jakarta, Senin, untuk melakukan klarifikasi mengenai uang pengganti di Kejaksaan Agung (Kejakgung) yang selama ini simpang siur. Sampai akhir tahun 2006, menurut dia piutang uang pengganti yang telah dibayar oleh para terpidana pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta merujuk pada data Kejakgung sebesar Rp2,605 triliun dan 3 juta dolar AS dan uang pengganti yang belum dibayarkan mencapai Rp6,3 triliun. "Data ini yang benar," katanya. Sebelumnya Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Korupsi (Jampidsus), Kemas Yahya Rahman, mengatakan eksekusi uang pengganti yang belum tertagih hingga Desember 2006 tercatat sebesar Rp6,94 triliun. Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Departemen Keuangan, Hekinus Manao mengatakan Departemen Keuangan juga telah menerima bukti setoran tersebut, namun demikian ia belum bisa secara pasti apakah uang senilai Rp2,6 triliun tersebut telah diterima semuanya. "Kita masih terus inventarisasi hal itu," katanya. Direktur Upaya Hukum, Eksekusi dan Eksaminasi Kejakgung Burhanuddin mengatakan pihaknya telah menyetor uang tersebut. "Kita telah setorkan sesuai dengan putusan hukum, bisa saja disetorkan langsung ke departemen-departemen," katanya. Sementara itu ia juga menegaskan bahwa uang pengganti yang belum dibayarkan senilai Rp6,3 triliun tersebut tidak di tangan Kejakgung. "Jangan sampai salah seolah-olah Rp6,3 triliun itu ada di Kejakgung, saya tegaskan uang itu belum tertagih, masih ada di terpidana, bisa saja nanti berkurang karena mereka memilih hukuman badan (para terpidana) untuk mengganti denda tersebut," katanya. Sementara itu, dalam laporannya BPK memberikan opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer) neraca keuangan Kejakgung tahun 2006 karena pencatatan belum mengikuti ketentuan sistem akuntansi instansi (SAI) yang ditetapkan oleh Departemen keuangan. Selain itu menurut BPK, Kejakgung juga belum dapat melakukan klasifikasi umur piutang uang pengganti. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007