Jakarta (ANTARA News) - PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk memerkirakan pertumbuhan kredit perseroan akan melambat menjadi 11,5 persen (yoy) pada 2019 dari 13 persen (yoy) di 2018 karena eskalasi perang dagang dan tekanan nilai tukar di pasar finansial.

"Karena ada beberapa faktor yang berdampak ke likuiditas," kata Direktur Keuangan Bank Mandiri Panji Irawan usai jumpa pers paparan kinerja di Jakarta, Rabu.

Sumber laba Mandiri pada 2019, kata Panji, masih ditopang pendapatan bunga, kemudian ditambah meningkatnya pendapatan berbasis komisi dan juga pendapatan investasi seperti dari obligasi negara.

Tahun 2018, Mandiri meyakini dapat mendongkrak pertumbuhan kredit hingga 13 persen dan mengantongi laba Rp24 triliun hingga akhir tahun. Di akhir September 2018, kredit Mandiri sudah tumbuh 13,8 persen (yoy).

Tahun depan, kata Panji, tantangan terberat datang dari dampak eskalasi perang dagang antara dua negara raksasa dunia China dan AS. Ketidakpastian yang ditimbulkan konflik tarif itu bisa membuat ekspansi bisnis terhambat dan gejolak di pasar finansial.

Selain itu, kelanjutan normalisasi Bank Sentral AS The Federal Reserve, melalui suku bunga acuan, akan memberi dampak terhadap arus likuiditas global yang juga akan mempengaruhi kondisi likuiditas domestik.

Olah karena ketidakpastian global itu pula, Mandiri memperkirakan Bank Indonesia masih akan menaikkan suku bunga acuannya satu kali lagi di kuartal IV 2018 menjadi enam persen pada 2018.

"Arus dana cukup besar mengalir ke negara asal (dari negara berkembang) karena suku bunga aset dolar AS menguat. BI aan melakukan pengetatatn dari suku bunga," kata Wakil Direktur Utama Mandiri Sulaiman Arif Arianto.

Baca juga: Mandiri kaji penerbitan instrumen pinjaman 1 miliar dolar

Baca juga: Naik 20 persen, Bank Mandiri kantongi laba Rp18,1 triliun

Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2018