Jakarta (ANTARA News) - PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk sedang mengkaji untuk menerbitkan instrumen pinjaman atau alternatif pendanaan dengan total nilai satu miliar dolar AS atau setara Rp15 triliun (kurs 1 dolar AS = Rp15.000), untuk berjaga-jaga jika terjadi pengetatan likuiditas.
Direktur Keuangan Bank Mandiri Panji Irawan usai paparan kinerja di Jakarta, Rabu, mengatakan instrumen utang tersebut dapat berupa berbagai instrumens seperti sertifikat deposito (negoitable certificate deposit/NCD), obligasi ataupun pinjaman bilateral.
"Pasar kan sedang fluktuatif, kita terapkan langkah yang pruden," ujar Panji.
Penghimpunan dana tersebut, kata Panji, tidak dilakukan dalam waktu dekat. Pasalnya, saat ini, likuiditas Mandiri masih mencukupi untuk mencapai target pertumbuhan kredit di 13 persen (yoy) tahun ini.
Selain dari Dana Pihak Ketiga (DPK), Mandiri banyak mengandalkan pendanaan dari pasar seperti transaksi repo atau transaksi penukaran valuta asing (FX Swap). "Kami masih cukup (saat ini)," ujarnya.
Sebagai gambaran, pendanaan Mandiri dari konvensional, yakni DPK di kuartal III 2018 hanya tumbuh 9,2 persen (yoy) atau Rp831,2 triliun. Porsi dana murah (tabungan dan giro) mencapai 64,46 persen dari total DPK, sedangkan sisanya dana mahal atau deposito. Sementara, pertumbuhan kredit Mandiri di kuartal III 2018 ini mencapai 13,8 persen (yoy) atau sebesar Rp781 triliun.
Pada tahun ini, Mandiri sudah menerbitkan obligasi Penawaran Umum Berkelanjutan (PUB) I Tahap III dengan target indikatif total Rp3 triliun. Penerbitan obligasi tersebut merupakan bagian dari PUB I yang dilakukan dalam kurun waktu 2016-2018 dengan total nilai Rp14 triliun.
Baca juga: Naik 20 persen, Bank Mandiri kantongi laba Rp18,1 triliun
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2018