Dengan pasokan dan likuiditas yang terbatas, kita tidak akan kembali ke Rp13.000 atau Rp14.000. Rp15.000 inilah titik keseimbangan baru buat rupiah kita
Jakarta (ANTARA News) - Ekonom Agustinus Prasetyantoko menilai level Rp15.000-an per dolar AS saat ini merupakan titik keseimbangan (ekuilibrium) baru yang mencerminkan kondisi fundamental perekonomian Indonesia.
Menurut dia, di Jakarta, Rabu, rupiah akan sulit kembali menguat daripada level saat ini mengingat ketidakpastian global diperkirakan masih akan berlanjut hingga 2019 sehingga arus modal asing yang masuk ke Tanah Air tidak akan sederas tahun-tahun sebelumnya dan likuiditas cenderung ketat.
"Dengan pasokan dan likuiditas yang terbatas, kita tidak akan kembali ke Rp13.000 atau Rp14.000. Rp15.000 inilah titik keseimbangan baru buat rupiah kita," ujarnya yang juga Rektor Universitas Katolik Atma Jaya itu.
Menurut Prasetyantoko, kendati ketidakpastian ekonomi global masih membayangi ekonomi Indonesia dari sisi eksternal, namun pelemahan rupiah diyakininya tidak akan terjadi lebih dalam lagi.
Ia mengenang kondisi ekonomi menjelang tahun politik pada 2013 lalu dengan rupiah juga sempat tertekan, namun kemudian dapat kembali bangkit setelah ada kepastian pemenang pemilu.
"Kira-kira situasinya mirip dan kita dapat take off dari situasi itu. Tampaknya kita tidak perlu terlalu worry, mungkin rupiah akan melemah sedikit tapi melemah tajam rasanya tidak," katanya.
Prasetyantoko menambahkan, dalam jangka pendek, langkah Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan sudah tepat untuk meredam gejolak terhadap rupiah dan diperkirakan akan kembali dinaikkan apabila Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve kembali menaikkan suku bunganya.
Kendati demikian, lanjut Prasetyantoko, dalam jangka menengah panjang kinerja ekspor harus dapat diperbaiki sehingga defisit transaksi berjalan dapat ditekan dan nilai tukar pun dapat lebih tahan dari gejolak eksternal.
"Secara strategis struktural, problem domestik kita yaitu impor lebih besar dari ekspor. Jangka menengah, ekspor harus didorong sehingga bisa melebihi impor dan kita terbebas dari situasi defisit transaksi berjalan seperti sekarang ini," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Grup Surveillans dan Stabilitas Sistem Keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Dody Arifianto mengatakan, fenomena super dolar memang memberikan tekanan terhadap nilai tukar di sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia.
Pelemahan rupiah tidak lepas dari normalisasi kebijakan The Fed dan juga ketegangan perang dagang antara AS dan China serta sejumlah negara yang diperkirakan masih akan terus berlanjut.
Walaupun begitu, upaya pemeirntah melakukan reformasi seperti realokasi subsidi BBM, menggenjot pembangunan infrastruktur, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia usaha, diapresiasi oleh pasar.
"Dengan kondisi yang di-trigger oleh hal-hal tersebut, semoga Rp15.200-Rp15.300 itu adalah suatu ekuilibrium baru," ujar Dody.
Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS pada Rabu ini mencapai Rp15.178 per dolar AS atau menguat dibandingkan hari sebelumnya Rp15.206 per dolar AS.
Baca juga: Pelemahan rupiah jadi peluang tarik lebih banyak wisatawan asing
Baca juga: Rupiah menguat didukung kinerja positif pasar modal
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018