"Dukungan pemerintah, masyarakat, dan kalangan terpelajar di Singapura, dalam promosi dan implementasi Islam Wasathiyah, dan pencegahan ekstremisme keagamaan, sangatlah berarti," ujar Ma'ruf saat memberikan kuliah umum dalam forum Indonesian Leaders Public Lecture Series di S. Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University (RSiS NTU) Singapura, Rabu.
Ma'ruf selaku Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia diundang memberikan kuliah umum di universitas bergengsi Singapura, RSiS NTU.
Dalam materi kuliah umum yang diterima di Jakarta, Rabu, Ma'ruf banyak berbicara mengenai Islam Wasathiyah sebagai hasil Musyawarah Nasional MUI Agustus 2015 yang merespon maraknya ideologi khilafah yang kontra demokrasi.
Ma'ruf yang juga merupakan cawapres nomor urut 01 menekankan Islam Wasathiyah bukan hanya penting bagi Indonesia, tapi juga penting bagi harmoni dan stabilitas kawasan, khususnya Asia Tenggara.
Dia menekankan operasi terorisme atas nama agama, adalah contoh paham keagamaan ekstrem, yang daya ancamnya bersifat transnasional.
Menurutnya, Islam Wasathiyah bukan hanya perhatian para muslim Indonesia, tapi juga penting menjadi perhatian dalam kerja sama antar negara, termasuk Singapura.
"Baik melalui kebijakan negara maupun partisipasi masyarakat, termasuk dunia universitas, melalui berbagai riset dan pendidikan. Berbagai hal yang dapat memicu bangkitnya gerakan ekstrem, baik kanan maupun kiri, yang dapat mengancam pengarusutamaan wasathiyah Islam, perlu diantisipasi dan dicegah bersama-sama," jelasnya.
Ma'ruf juga menjabarkan ciri-ciri Islam Wasathiyah yakni:
1. Tawassuth (mengambil jalan tengah), yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (reduktif, mengurangi ajaran).
2. Tawazun (seimbang), dalam semua aspek kehidupan, baik duniawi maupun ukhrawi, tegas dalam menyatakan prinsip, dan dapat membedakan inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan).
3. I’tidal (lurus dan tegas), menempatkan sesuatu pada tempatnya, melaksanakan hak dan kewajiban secara proporsional.
4. Tasamuh (toleransi), mengakui dan menghormati perbedaan.
5. Musawah (egaliter), tidak diskriminatif akibat perbedaan keyakinan, tradisi dan asal usul.
6. Syura (musyawarah). Persoalan diselesaikan dengan musyawarah mufakat, dengan mengedepankan kemaslahatan.
7. Islah (reformasi), mengutamakan prinsip reformatif untuk mencapai keadaan lebih baik.
8. Aulawiyah (mendahulukan yang prioritas). Kemampuan mengidentifikasi hal yang lebih penting untuk diimplementasikan.
9. Tathawwur wa Ibtikar (dinamis dan inovatif). Terbuka melakukan perubahan sesuai perkembangan zaman.
10. Tahadhdhur (berkeadaban), menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban.
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018