Surabaya (ANTARA News) - Pemerintah menargetkan pengadaan Lahan Pertanian Pangan Abadi atau LPPA yang tidak boleh dikonversikan seluas 30 juta hektar di seluruh Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan produksi pangan masyarakat. Hal itu disampaikan Menteri Pertanian Anton Apriyantono kepada wartawan usai menjadi pembicara pada semiloka kebijakan pengembangan LPPA di Surabaya, Senin. "Saat ini, luas lahan pertanian sekitar 7,4 juta hektar, sementara lahan tanam lebih dari 12 juta hektar. Kami targetkan setidaknya lahan pertanian pangan abadi nantinya bisa mencapai 30 juta hektar, yakni 15 juta hektar sawah beririgasi dan 15 juta hektar lainnya lahan kering," katanya. Didampingi Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Bomer Pasaribu, Mentan belum bisa memastikan kapan target pengadaan LPPA itu bisa tercapai. Untuk pengadaan LPPA tersebut, lanjut Anton, pemerintah bersama DPR sedang menyusun Rancangan Undang-Undang tentang LPPA. "Kami masih terus mencari masukan dari berbagai pihak dan daerah untuk penyempurnaan RUU tersebut, termasuk melalui semiloka keempat di Surabaya ini," katanya menjelaskan. Menurut Mentan, keberadaan UU LPPA itu diharapkan mampu menekan konversi atau alih fungsi lahan pertanian yang setiap tahun terus meningkat jumlahnya. Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan, menjadi sejumlah faktor penyebab beralih fungsinya lahan pertanian yang ada. "Setiap tahun, lahan pertanian yang beralih fungsi secara permanen mencapai 150 ribu hektar lebih, sementara penambahan lahan baru masih sangat terbatas. Kalau ini terus dibiarkan, lahan pertanian akan habis dan produksi pertanian akan merosot," katanya. Anton Apriyantono menambahkan, alih fungsi lahan pertanian subur yang umumnya terjadi di Jawa dan sekitar daerah perkotaan, belum diimbangi upaya untuk memanfaatkan lahan-lahan yang relatif kurang subur. Dalam upaya perlindungan lahan pertanian pangan produktif, pemerintah pusat, propinsi maupun kabupaten wajib memberikan insentif kepada petani, diantaranya melalui kemudahan fiskal, pajak bumi dan bangunan, sarana produksi dan lainnya. "Selain itu, mekanisme disinsentif juga perlu diterapkan untuk mengendalikan laju alih fungsi lahan, berupa pengenaan pajak progresif, kewajiban mengganti lahan yang dialihfungsikan dengan sawah baru, dan lainnya," kata Mentan menegaskan. Ketua Badan Legislasi DPR RI Bomer Pasaribu menambahkan, selama ini sudah ada sejumlah peraturan yang menangani masalah lahan pertanian, namun belum berfungsi secara maksimal. "Tidak ada sanksi tegas, membuat aturan itu sering diabaikan dan dilanggar. Dan yang melanggar biasanya kepala daerah atau pejabat di daerah. RUU LPPA akan menetapkan sanksi bagi pelanggarnya, baik sanksi administrasi maupun hukum atau kurungan penjara," katanya. Menurut Bomer Pasaribu, model aturan seperti itu memang belum pernah diterapkan di Indonesia, tetapi di beberapa negara sudah berjalan. "Kalau masalah ini tidak ditangani, beberapa tahun kedepan Indonesia akan mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan produk pertanian, karenanya lahan untuk pertanian habis," kata Bomer. Mantan Menteri Tenaga Kerja ini berharap RUU LPPA itu bisa disahkan pada akhir 2007 atau paling lambat awal 2008 mendatang. (*)
Copyright © ANTARA 2007
Selama saya mendampingi petani2 banyak kasus mereka menjual tanahnya karena pertanian tidak menjanjikan, kurangnya pendampingan dan pembinaan kepada petani kalau ada masalah dalam budidaya dari pihak terkait seperti petugas PPL mereka datang jika kalau sudah terjadi gagal panen tapi tidak mendampingi selama awal tanam hingga panen, dan petugas PPL juga tidak mencukupi dalam jumlah&kemampu