"Masyarakat butuh hunian sementara karena tidak mungkin tinggal di tenda-tenda karena masalah kenyamanan dan kesehatan. Karena itu pemerintah buat kebijakan rumah hunian sementara," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto di Jakarta, Senin.
Hunian sementara, menurut dia, akan berupa barak yang dilengkapi dengan dapur serta fasilitas rumah tangga lain termasuk MCK. Setiap barak nantinya akan diisi 12 keluarga.
Ia menjelaskan pemerintah berencana membangun barak hunian sementara di 1.200 lokasi yang terdampak bencana di Sulawesi Tengah.
"Jumlahnya kami hitung dari jumlah pengungsi yaitu sekitar 65 ribu. Namun perkiraan kami setengahnya atau 30 ribu yang kembali ke rumahnya dan setengahnya tinggal di hunian sementara," ujarnya.
Ia mengatakan hunian sementara korban bencana berdasarkan hasil koordinasi dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan dibangun dari kayu. Hunian tersebut dibangun sebagai tempat tinggal korban bencana selama enam bulan sampai satu tahun.
"Hunian sementara direkomendasikan tahan gempa berbahan kayu, sehingga kalau terjadi gempa hanya goyang saja. Bahannya bukan beton atau tembok, kira-kira untuk enam bulan hingga setahun," katanya.
Wiranto menjelaskan penanganan dampak bencana di Sulawesi Tengah sedang memasuki tahap penyelesaian tanggap darurat.
Menurut dia proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di Sulawesi Tengah akan lebih rumit dari di Nusa Tenggara Barat (NTB) karena selain mengalami gempa wilayah itu juga menghadapi tsunami dan likuifaksi, yang menenggelamkan rumah dan bangunan lainnya.
"Karena itu perlu diberikan kesempatan untuk pendataan dan perencanaan karena lebih rumit pembangunan rumah kembali harus perhatikan rumah tahan gempa dan perhatikan lokasi jangan sampai masuk tempat yang labil. Itu perlu persyaratan dan perencanaan matang dengan melibatkan Bappenas," katanya.
Baca juga:
Pengungsi Sindue harapkan tempat tinggal sementara
Jawa Tengah akan bangun 100 hunian sementara di Palu
Pemerintah segera bangun barak pengungsi gempa
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018