Jakarta (ANTARA News) - Pengajaran matematika harus menyesuaikan diri dengan gerakan revolusi industri 4.0, suatu era industri yang memanfaatkan teknologi digital dan siber (cyber), kata Ketua Umum Indonesian Mathematics Educators Society (IMES) Sigid Edy Purwanto.

"Ada pergeseran pola pengajaran matematika dari era sebelumnya yang mau tidak mau harus diikuti para pendidik matematika," kata Sigid di sela Seminar bertajuk Pembelajaran Matematika Abad XXI Menghadapi Revolusi Industri 4.0 di Universitas Muhamamdiyah Prof. Dr Hamka (Uhamka) di Jakarta, Sabtu.

Jika pendidikan matematika di era revolusi industri 3.0 masih didominasi alat peraga, di era industri 4.0 lebih pada pemanfaatan aplikasi perangkat lunak, kata Kepala Program Studi S2 Magister Pendidikan Matematika Uhamka itu.

Aplikasi matematika yang bisa diunduh via internet itu misalnya Cabri Geometry, GeoGebra, dan semacamnya atau yang berbasis web seperti moddle yang memudahkan siswa sekolah dasar hingga perguruan tinggi mempelajari geometri, aljabar, aritmetika, statistik, hingga kalkulus.

Sigid mengakui, saat ini matematika masih dinilai para siswa sebagai ilmu yang sulit dipelajari sehingga dampaknya para siswa makin tidak paham, tidak menyukai dan sering menghindarinya.

Padahal matematika, ujarnya, digunakan dalam semua bidang keilmuan dan merupakan alat untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Apalagi di era revolusi industri 4.0 ini, matematika semakin dibutuhkan dan persaingan antarnegara kian ketat, sementara kemampuan matematika anak-anak Indonesia masih tergolong rendah.

Karena itu, lanjut dia, pengajar matematika seharusnya memiliki misi yang kuat untuk mendekatkan siswa dengan matematika dengan menggunakan berbagai metode inovatif.

Ia juga memberi contoh, tokoh matematika Indonesia Ridwan Saputra yang mengembangkan pembelajaran matematika nalariah realistik, suatu terobosan baru dalam pembelajaran matematika dengan menekankan penggunaan nalar dalam memahami Matematika.

"Di tangannya banyak siswa Indonesia yang menjadi terlatih menguasai matematika. Kini setiap kali siswa Indonesia mengikuti olimpiade matematika internasional, selalu ada yang pulang dengan medali emas mengalahkan para siswa dari negara-negara maju," katanya.

Namun demikian, matematika nalariah realistik ini, lanjut dia, bukan metode yang diajarkan di kelas-kelas umum, dan hanya diberikan khusus pada siswa yang memang mendalami matematika dan ditargetkan untuk menjuarai kompetisi internasional.

Untuk kelas umum, para siswa masih menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) sesuai kurikulum nasional yang masih berlaku dan yang juga banyak digunakan di dunia, ujarnya.

Baca juga: Revolusi Industri 4.0 buka kesempatan generasi muda kuasai ekonomi digital

Baca juga: Akademisi: Revolusi Industri 4.0 mulai dari pendidikan dasar

Pewarta: Dewanti Lestari
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2018