Solo (ANTARA News) - Seniman musik asal Bagdad, Irak, Kamal Al-Bayaty mengungkapkan kesenian musik tradisi di Irak awalnya sangat dinamis dan indah, namun semua berubah sejak pendudukan AS ke negeri itu. "Kedatangan Amerika Serikat turut mempengaruhi para seniman Irak dalam bermain musik etnik. Dulu masyarakat dan seniman Irak merasa sangat bebas untuk mengeksplorasi musik tradisi dan bebas berkesenian, sedangkan sekarang tidak bisa leluasa lagi karena hidup berada di bawah tekanan," katanya di usai gladi resik pementasannya dalam Solo International Ethnic Music Festival and Conference (SIEM) di Solo, Minggu. Kamal yang tinggal di Jakarta sejak 2006 ini mengungkapkan musik tradisi di Irak sangat beragam, ritmennya dinamis, dan riang menggambarkan kehidupan masyarakat yang hidup damai dan tenang. "Tapi musik kami sekarang menjadi sedih dan terdengar memilukan karena rakyat Irak tak lagi hidup dalam damai, orang-orang bersedih, tidak puas dengan keadaan, dan hidup tertekan," kata musisi yang istrinya seorang diplomat di Kedutaan Besar Irak di Indonesia. Kamal mengatakan kedatangan AS ke Irak membuat rakyat negeri itu terpecah-belah. "Mereka (AS) membagi-bagi Irak menjadi banyak bagian dan meributkan soal Suni, Syiah, dan adanya kelompok-kelompok dalam masyarakat. Ini dilakukan untuk membuat mereka bisa tetap mengontrol Irak dengan baik," ujar pria kelahiran Bagdad, 21 September 1957 ini. Lebih lanjut Kamal mengungkapkan AS membuat politik yang sangat buruk di Irak, sehingga memecah-belah kesatuan rakyat dan mempengaruhi kehidupan berkesenian. "Gambaran keadaan di sana (Irak) berubah, apa yang mereka lihat dan rasakan juga tidak lagi seperti dulu," tambahnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007