Depok (ANTARA News) - Direktur Kajian Politik Center for Indonesian National Policy Studies (CINAPS), Guspiabri Sumowigeno mengatakan, salah satu kunci terpenting penyelesaian kasus terbunuhnya aktivis HAM, Munir saat ini ada di tangan Singapura. "Saya yakin rekaman Munir selama berada di Bandara Changi, Singapura itu masih ada pada otoritas keamanan Singapura, dan perlu dipertanyakan kenapa mereka menyatakan rekaman itu sudah tidak ada. Padahal rekaman tersebut bisa menjadi kunci penting penyelesaian kasus Munir," katanya, di Depok, Jabar, Minggu. Menurut dia, setelah peristiwa 11 September 2001, dalam rangka kampanye anti terorisme, ada kerjasama internasional untuk memantau secara ketat semua titik penting transit penumpang pesawat udara di dunia, dan Bandara Changi Singapura adalah salah satu yang menjadi perhatian utama. "Pemantauan itu menggunakan CCTV dan rekamannya disimpan untuk waktu yang lama guna keperluan menangkal kegiatan terorisme," katanya. Guspiabri menyesalkan langkah internasionalisasi kasus Munir oleh kalangan LSM HAM dan demokrasi, termasuk istri Munir, Suciwati yang berbicara di depan Parlemen Belanda. Pilihan langkah tersebut, kata dia, pasti akan menyurutkan dukungan dan memancing antipati sebagian masyarakat Indonesia. Di depan Parlemen Belanda, Suciwati mengatakan bahwa yang dia lakukan adalah perjuangan melawan lupa. Namun, kata dia, rakyat Indonesia belum lupa dan tidak boleh lupa bahwa dari gedung parlemen yang sama, kekejaman penjajahan Belanda di Indonesia dirancang. Ia mengatakan, ancaman kalangan LSM untuk mengajak dunia internasional menekan Indonesia dalam soal ini, juga menunjukkan suatu arogansi dan dapat membuat mereka dianggap mengabaikan kepentingan 210 juta orang penduduk Indonesia demi memperjuangkan satu orang Munir. "Jika langkah itu diteruskan, kalangan LSM HAM dan demokrasi layak disebut a-nasionalis," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007