"OJK harus cepat turun tangan. Jangan sampai kayak kasus Bumiputera"
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat perasuransian Herris Simanjuntak menilai penundaan pembayaran polis asuransi senilai Rp802 miliar oleh PT Asuransi Jiwasraya (Persero) disebabkan masalah tata kelola di perusahaan asuransi plat merah tersebut.
Menurut Herris, hal tersebut tidak akan terjadi apabila tata kelola, manajemen risiko dan kepatuhan atau Governance, Risk management, and Compliance (GRC) berjalan dengan baik.
"Jadi permasalah pertama adalah corporate governance, penerapan tata kelola. Kedua, penerapan risk management-nya dalam setiap proses kayaknya masih kurang pas. Ketiga, compliance atau kepatuhan terhadap semua aturan-aturan itu. Jadi masalahnya di tiga itu," ujar Herris saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat.
Secara lebih spesifik, Herris menyoroti soal kecukupan pencadangan yang dimiliki oleh Jiwasraya. Terjadinya penundaan pembayaran polis menunjukkan bahwa ada masalah di pencadangan perusahaan.
"Mestinya misalnya saya ngeluarin produk, produk kemudian saya jadikan sampai lima tahun, lima tahun lagi kan saya tahu dia sudah akan nebus kan. Tebusannya adalah uangnya plus dia punya interest rate yang dijanjikan. Sekarang yang terjadi, pas ia jatuh tempo ternyata cadangannya gak ada, duitnya gak siap, itu kan berarti ada salah kelola kan," kata Herris.
Kendati demikian, lanjut Herris, ia meyakini Jiwasraya tidak akan mengalami gagal bayar atau default. Jiwasraya memiliki kemampuan bayar namun likuditasnya saat ini memang tengah mengalami tekanan sehingga terjadi penundaan pembayaran (delay payment) tersebut.
Namun, hal ini bisa saja mengganggu kepercayaan (trust) masyarakat terhadap industri perasuransian, yang sebelumnya sempat merosot karena kasus AJB Bumiputera dan Bumi Asih Jaya (BAJ).
"Tidak akan gagal bayar, karena sebenarnya secara keuangan asetnya juga masih cukup untuk itu semua. Cuma timing-nya, artinya aturannya kan Oktober musti dibayar, ya Oktober dibayar, jangan minta misalnya jadi Desember atau kapan. Ini kan bisa mengurangi kepercayaan juga. kemudian perusahaan ini kan juga milik negara, milik pemerintah," ujar Herris.
Herris pun berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas dan pengatur industri jasa keuangan di Tanah Air dapat segera menangani kasus ini agar tidak membuat resah masyarakat, terutama nasabah Jiwasraya sendiri.
"OJK harus cepat turun tangan. Jangan sampai kayak kasus Bumiputera," ujar Herris.
Hingga berita ini diturunkan, dari pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Juru Bicara OJK Sekar Putih masih belum bisa dikonfirmasi terkait penundaan pembayaran polis Jiwasraya tersebut.
Sebelumnya, sempat viral di media sosial terkait bocornya surat internal pemberitahuan keterlambatan pembayaran polis jatuh tempo Jiwasraya kepada sejumlah bank yang ikut memasarkan produk JS Proteksi Plan. Bank-bank tersebut antara lain BRI, BTN, Standard Chartered, Bank EKB Hana Indonesia, Bank Victoria, Bank ANZ, dan Bank QNB Indonesia.
Dikutip dari laman Jiwasraya, JS Protesi Plan adalah produk asuransi jiwa yang memberikan kepastian nilai investasi disamping jaminan proteksi. Selain memberikan manfaat proteksi meninggal dunia atau cacat tetap total karena kecelakaan, produk tersebut juga memberikan manfaat kepastian investasi sebesar pengembalian pokok dan hasil investasi yang dijamin.
Direktur Utama Jiwasraya Asmawi Syam sendiri membenarkan hal tersebut, dimana pembayaran polis asuransi sebesar Rp802 miliar yang jatuh tempo pada Oktober 2018 ditunda pembayarannya karena Jiwasraya tengah mengalami tekanan likuiditas.
Baca juga: Menkeu pastikan pembentukan asuransi risiko bencana pada 2019
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018