Jakarta, 11/10 (Antara) - Senyum Sri Sugiyanti langsung mengembang setelah terdengar tembakan sebagai tanda berakhirnya kejuaraan balap sepeda Asian Para Games 2018 nomor Women's B Individual Pursuit di Velodrome Rawamangun, Jakarta, Kamis.
Lambaian tangan kepada penonton juga langsung dilakukan meski pada kejuaraan ini, ia harus puas dengan medali perak. Sambutan yang diberikan oleh penonton juga tidak kalah serunya dengan peraih medali emas.
Dari ratusan penonton yang mendukung langsung di velodrome ternyata ada nama Sugimin yang merupakan ayah Sri Sugiyanti dan datang langsung dari Grobogan, Jawa Tengah. Ayah pebalap yang akrab dipanggil Yanti ini dikawal oleh sang kepala desanya, Priyo Hutomo.
Usai menerima medali, pebalap yang juga mahasiswi Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo semester tujuh ini terlihat bahagia karena tidak menyangka dengan prestasi yang diraih pada kejuaraan empat tahunan khusus untuk atlet disabilitas.
Sri Sugiyanti merupakan atlet tuna netra. Jadi untuk menjalani perlombaan harus dibantu seorang pilot dan yang menjadi tandem adalah Ni'mal Maghfiroh. Meski belum begitu lama menjadi partner tetapi keduannya sudah klop.
Pada final nomor Women's B Individual Pursuit, Sri Sugiyanti sebenarnya mempunyai peluang untuk menyodok ke papan atas. Namun sang lawan asal Malaysia yaitu Nurul Suhada Zainal yang dipiloti oleh Nur Azlia itu begitu perkasa.
Sri Sugiyanti harus puas dengan perak setelah membukukan catatan waktu empat menit 2,205 detik. Sedangkan pebalap Malaysia yang akhirnya meraih emas dengan catatan empat menit 0, 688 detik untuk menempuh jarak 3.000 yang terbagi 12 putaran.
Saat ditemui usai menerima medali, pebalap kelahiran Grobongan Jawa Tengah yang mempunyai cita-cita menjadi seorang dosen itu mengaku grogi saat akan tampil di final sehingga berpengaruh dengan jalannya perlombaan.
"Saya memang grogi. Tapi saya tetap berusaha hingga tenaga habis menjelang perlombaan berakhir. Apapun hasilnya saya tidak menyangka bisa seperti ini," kata Sri Sugiyanti dengan pelan.
Pebalap yang mengalami kebutaan sejak usia 11 tahun ini menjelaskan grogi terjadi karena belum terbiasa dengan lintasan balap yang digunakan karena selama ini berlatih di Velodrome Manahan Solo yang kondisinya berbeda. Tidak hanya itu, sistem perlombaan juga belum begitu bersahabat.
"Tadi kan gunakan standing start. Saya belum begitu terbiasa. Takut jatuh," kata Yanti dengan tersenyum.
Atlet yang pada awalnya menekuni cabang olahraga atletik itu mengaku belum ada rencana setelah Asian Para Games 2018 berakhir. Meski demikian ada satu target yang akan segera diselesaikan yaitu kuliah karena selama pemusatan latihan banyak yang absen.
"Untuk ikut kejuaraan lagi belum ada. Nunggu instruksi dari pelatih. Untuk saat ini saya akan kembali kuliah untuk mengejar ketertinggalan," kata atlet berusia 24 tahun itu.
Sebelum meraih perak pada nomor Women's B Individual Pursuit, Sri Sugiyanti juga sudah mempersembahkan perak nomor road race dan time trial yang pelaksanaannya di Sirkuit International Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Bonus besar dari pemerintah dipastikan bakal secepatnya diterima. Bahkan Menpora Imam Nahrawi yang juga hadir untuk memberikan dukungan langsung di Velodrome Rawangun memastikan jika bonus akan dikucurkan sebelum keringat atlet kering.
Pewarta: Bayu Kuncahyo
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2018