Jakarta (ANTARA News) - Hoaks atau berita bohong telah merajalela di media sosial, terutama sejak masa awal kampanye Pilpres 2019, sehingga masyarakat harus lebih cermat dalam mencerna informasi agar tidak mudah terhasut dan ikut menyebarkan hoaks.

Kondisi ini harus segera diantisipasi, bahkan kalau bisa dihentikan. Masyarakat juga harus disadarkan tentang bahaya hoaks yang sudah menyebar masif terutama di media sosial, kata aktivis media sosial dan blogger, Enda Nasution.

“Kita harus bisa lebih cermat dalam menerima informasi, sehingga tidak dengan mudah percaya begitu saja. Analoginya seperti orang yang terkena berbagai macam kuman dan bakteri, maka orang itu harus memperkuat daya tahan tubuh….meningkatkan daya tahan dan pikiran terhadap hoaks,” kata Enda, seperti dikutip dalam siaran pers, Kamis.

Menurutnya, dengan maraknya hoaks, masyarakat akan sangat dirugikan karena tanpa disadari mereka menghabiskan banyak waktu dan energi untuk membahas sesuatu yang tidak perlu. Masyarakat juga kehilangan kepercayaan.

Untuk menghentikan hoaks, lanjut Enda, harus ada dorongan dari diri masing-masing orang dalam masyarakat. Karena manusia itu secara sadar mengerti bahwa informasi yang beredar terutama di media sosial itu tidak bisa langsung dipercaya 100 persen.

“Seringkali informasi yang beredar itu sengaja disebarkan atau sengaja dibuat untuk memanipulasi emosi kita, sehingga kita ikut menyebarkannya lagi. Dengan kesadaran itu, tentunya kita harapkan tidak meluas penyebaran hoaks berikutnya,” ujar pria yang juga dijuluki Bapak Blogger Indonesia ini.

Beredarnya hoaks terkait bencana alam, Enda mencurigai itu karena ada kelompok yang ingin memperkeruh keadaan dan mendiskreditkan pemerintah. Sedangkan hoaks yang dilakukan Ratna Sarumpaet masih akan berkembang karena dicurigai ada motif politik yang besar di belakangnya.

Enda mengimbau masyarakat bisa menjalani hari-hari tanpa hoaks, caranya dengan tidak mudah percaya berita palsu begitu saja, serta mengedepankan verifikasi dan tidak ikut menyebarkan hoaks.

“Dengan begitu masyarakat bisa tahu dan makin sensitif terhadap hoaks. Misalnya, kalau terlalu tendensius, terlalu sensasional atau terlalu too good to be true maka kemungkinan besar itu hoaks,” jelasnya.

Oleh karena itu, perlu adanya peran pemerintah dan aparat penegak hukum menyikapi hoaks yang muncul di media sosial. Masyarakat juga harus bisa membedakan mana informasi yang beredar melalui sosial media dan juga melalui media mainstream.

“Di media sosial siapa pun bisa membuat informasi, siapa pun juga bertindak sebagai pengonsumsi informasi itu,” kata koordinator Gerakan #BijakBerSosmed ini.

Baca juga: BNPT rangkul Youtubers cegah penyebaran radikalisme di medsos

Baca juga: Presiden minta pelajar ikut cegah penyebaran hoaks

Pewarta: Suryanto
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018