Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua MPR RI Mahyudin menegaskan Pancasila adalah jalan tengah untuk mempersatukan bangsa dan satu-satunya solusi terbaik yang diterima rakyat Indonesia untuk bersama menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara serta mewujudkan cita-cita bersama yaitu kemajuan dan kesejahteraan.
"Pancasila kemudian muncul dan diterima dengan baik oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai ideologi bangsa dan tetap mampu bertahan menjaga keutuhan bangsa selama 73 tahun dan akan terus bertahan jika kita anak bangsa konsisten menjaga dan merawatnya," ujarnya kepada sekitar 300 peserta Sosialisasi Empat Pilar MPR pimpinan dan anggota Gerakan Pemuda Asli Kalimantan (GePaK) serta masyarakat sekitar, di aula Kecamatan Balikpapan Selatan, Kalimantan Timur, dalam siaran pers yang diterima Antara Jakarta, Kamis (11/10).
Mahyudin mengatakan tanpa Pancasila sebagai jalan tengah, bisa dibayangkan setiap daerah akan saling ngotot bahkan cekcok agar ideologi bangsa sesuai dengan agama, suku dan ras masing-masing. Sebab, masing-masing pasti berpegang teguh bahwa agamanya, kepercayaannya, sukunyalah yang paling benar dan baik.
Indonesia, lanjut Mahyudin, adalah negara kepulauan yang memiliki sekitar 17 ribu pulau yang dihuni 200 juta lebih masyarakat yang berbeda suku, agama, ras, bahasa, budaya. Tentu, masing-masing orang memiliki ego dan keinginan masing-masing.
"Pemahaman tersebut tidak main-main. Bayangkan 200 juta lebih rakyat Indonesia yang berbeda agama, ras, suku dan budaya pastilah banyak sekali perbedaan pendapat dan prinsip serta keinginan tapi menyatu selama Pancasila hadir dan menjadi ideologi bangsa," imbuhnya.
Lebih lanjut mengungkapkan mudahnya rakyat Indonesia menerima Pancasila sebagai ideologi sangat bisa dimaklumi sebab Pancasila bukanlah doktrin dan bukanlah ciptaan manusia. Nilai-nilai Pancasila digali oleh Bung Karno dari jiwa rakyat Indonesia sendiri. Jadi, nilai yang terkandung Pancasila sudah menjadi karakter rakyat Indonesia sejak dahulu.
"Jika saat ini muncul kembali ego pribadi yang memaksakan keyakinannya, sukunya yang paling benar dan paling baik apalagi sampai ingin mengganti Pancasila dengan ideologi yang diyakini sendiri, sama artinya kita mundur jauh ke belakang yang semestinya sudah selesai 73 tahun yang lalu. Jika dipaksakan, yang terjadi adalah konflik berkepanjangan karena satu sama lain merasa paling benar dan Indonesia bisa bubar," tandasnya.(KR-MRA)
Pewarta: Maria Lisbet Hestica Pardosi
Editor: Jaka Sugiyanta
Copyright © ANTARA 2018