cukup banyak investor asing, perusahaan asuransi dan reksadana, yang tertarik untuk mempelajari instrumen-instrumen pembiayaan infrastruktur seperti sekuritisasi

Jimbaran, Bali (ANTARA News) - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan sekuritisasi atau menguangkan aset-aset infrastruktur ke pasar modal menjadi salah satu prioritas untuk mampu memicu arus modal masuk.

"Apalagi di saat rupiah sedang tertekan, kita lebih membutuhkan lagi arus modal masuk," kata Tom, sapaan akrab Thomas, dalam Infrastructure Forum 2018 sebagai bagian dari Pertemuan Tahunan IMF-WBG di Jimbaran, Bali, Kamis.

Tom mengatakan bahwa acara Infrastructure Forum 2018 diselenggarakan oleh BKPM bekerja sama dengan PT Bank HSBC lndonesia yang dihadiri oleh sekitar 400 peserta terdiri dari investor, klien korporat perbankan, nasabah bank swasta, dan perusahaan pengelola dana.

Ia menjelaskan bahwa cukup banyak investor asing, perusahaan asuransi dan reksadana, yang tertarik untuk mempelajari instrumen-instrumen pembiayaan infrastruktur seperti sekuritisasi.

"Ini sudah lama menjadi prioritas Presiden Joko Widodo untuk lebih menggeser pendanaan infrastruktur ke swasta, dan yang lebih penting lagi ke pasar modal," kata Tom.

Kemudian, Tom juga menjelaskan bahwa pemerintah perlu untuk fleksibel dan dinamis memberikan apa yang diinginkan oleh investor. Menurut dia, investor di seluruh dunia sedang mengkhawatikan mengenai nilai tukar.

"Yang orang sering kali lupa banyak infrastruktur kita yang sebenarnya menghasilkan devisa. Kalau pesawat dari luar negeri mendarat, itu bayar landing fee pakai dolar. Kapal angkut kalau dari luar negeri bayar port fee atau iuran pelabuhan pakai dolar," lanjut Tom

"Sekuritisasi aset yang penghasil devisa bisa dalam dolar atau euro, dan itu mungkin saat ini lebih nyaman bagi investor untuk mengambil risiko investasi di Indonesia tanpa harus mengambil risiko dengan rupiah," kata dia.

Baca juga: Cerah, prospek investasi jangka panjang Indonesia

Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2018