Palu (ANTARA News) - Kamis sore ini, 11 Oktober 2018, menjadi akhir dari proses pencarian dan evakuasi korban gempa bumi di Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, Kabupaten Parigi Moutong, dan di Kota Palu yang juga terjadi tsunami, pada 28 September 2018.

Perkembangan informasi yang dikeluarkan oleh Komando Tugas Gabungan Terpadu (Kogasgabpad) Sulawesi Tengah, dari bencana alam itu telah dapat dievakuasi 2.065 mayat.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 924 jenazah telah dimakamkan di pemakaman masal di Paboya, 35 jenazah di pekuburan massal di Pantoloan, 35 jenazah di pekuburan massal di Donggala, dan 1.071 jenazah telah dimakamkan oleh keluarga masing-masing.

Terdapat korban luka-luka sebsnyak 4.612 orang, korban hilang sesuai laporan keluarga sebanyak 680, korban tertimbun sebanyak 152 orang.

Masih banyak korban yang belum dapat dievakuasi, kecil kemungkinannya masih hidup karena sudah 12 hari setelah gempa, terutama di pemukiman padat penduduk di Kelurahan Balaroa (Kecamatan Palu Barat), di Kelurahan Petobo (Kecamatan Palu Selatan) di Kota Palu, dan di Desa Jono Oge (Kecamatan Biromaru) di Kabupaten Sigi.

Bila ditanya seberapa banyak korban gempa yang belum dapat dievakuasi dari tiga lokasi padat penduduk itu? Patut diduga dalam bilangan ribuan orang.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik terbaru 5 Juli 2017, seluruh enam kelurahan di Kecamatan Palu Barat rata-rata penduduknya 9.915 orang.

Sementara dari lima kelurahan di Palu Selatan rata-rata berpenduduk 13.424 orang.

Belum lagi ditambah penduduk di Desa Jono Oge yang juga dalam bilangan ribuan.

Penduduk dari tiga lokasi bencana, banyak penduduk saat gempa sedang berada di rumah atau masjid karena berbarengan dengan waktu Shalat Maghrib sehingga terjebak dalam tanah yang bergolak dan bergerak serta mengeluarkan air bercampur lumpur dari dalam tanah.


Berakhir

Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) mengakhiri operasi evakuasi korban meninggal pada sore hari, 11 Oktober 2018.

Direktur Operasi Basarnas Brigjen TNI (Mar) Bambang Suryo menyampaikan bahwa Basarnas sepenuhnya mengakhiri operasi evakuasi pada tanggal tersebut. Pihaknya akan menyerahkan tugas kepada Basarnas wilayah Kota Palu.

"Kami tetap menyiapsiagakan personel Basarnas dari Kantor Palu untuk melakukan asistensi. Dan bila mendapatkan laporan (korban) dari masyarakat, mereka akan melakukan evakuasi," katanya.

Basarnas telah berupaya keras untuk melakukan operasi pencarian dan pertolongan serta evakuasi di lokasi-lokasi yang teridentifikasi adanya korban tertimbun maupun laporan warga.

Selama melakukan operasi itu, medan terberat terkonsentrasi pada lokasi-lokasi terdampak fenomena likuifaksi, seperti Petobo, Balaroa, dan Jono Oge.

Hingga kini di tiga lokasi gempa itu juga masih labil sehingga bila tak hati-hati akan membuat petugas terperosok, sedangkan di Petobo juga memunculkan gundukan lumpur di atas ketinggian orang dewasa normal.

Di Petobo dan Balaroa, tanah menjadi labil sedangkan di Jono Oge, personel Basarnas kesulitan untuk melakukan evakuasi meskipun dengan menggunakan alat berat amphibi.

Medan berlumpur dan kondisi tanah labil menyulitkan alat berat untuk beroperasi.

Melihat kondisi yang sulit, personel lapangan sangat memperhatikan aspek keselamatan.

Bambang menggambarkan bagaimana tanah labil menjadi amblas ketika mereka menginjakkan kaki ke tanah.

Estimasi untuk menyisir lokasi terdampak membutuhkan waktu sekitar lima bulan.

Citra satelit menunjukkan bahwa luas areal terdampak di Balaroa mencapai 47,8 hektare, Petobo 180 hektare, dan Jono Oge 202 hektare.

Setelah operasi dinyatakan selesai, Basarnas menyerahkan kepada keputusan pemerintah daerah setempat terhadap para korban yang masih terkubur.

Dalam operasi pencarian, pertolongan dan evakuasi tersebut, Basarnas telah mengerahkan ratusan personel.

Berdasarkan data Pospenas, total personel yang terlibat dalam upaya pencarian korban sebanyak 404 orang yang terdiri atas 154 personel Basarnas, 13 ABK SAR Wisanggeni, dan 11 ABK KM SAR Laksmana ditambah 230 potensi personel.

Hingga 9 Oktober 2018, pukul 17.45 Wita Basarnas berhasil mengevakuasi korban sejumlah 895 orang, yang terdiri dari 809 korban meninggal dunia dan 86 selamat.

Evakuasi korban meninggal dunia pada tanggal tersebut berjumlah 26 jiwa dengan rincian sebagai berikut Kota Palu 20 jiwa, Sigi 4, dan Donggala 2.

"Memorial Park"

Sesuai hasil rapat koordinasi yang dipimpin Gubernur pada Senin (8/10), terdapat enam keputusan, antara lain, Pertama, pelaksanaan evakuasi korban bencana akan dihentikan setelah selesainya waktu tanggap darurat yakni pada 11 Oktober 2018.

Balaroa, Petobo, dan Jono Oge akan menjadi "memorial park" yang akan dibangun monumen untuk mengenang korban atas gempa dahsyat itu.

Pemerintah akan melakukan pembangunan hunian sementara untuk masyarakat korban gempa yang rumah-rumahnya hancur.

Pembangunan hunian sementara, akan dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan lokasi pembangunan hunian sementara itu supaya disiapkan oleh bupati/wali kota.

Pembangunan hunian tetap, akan dilakukan. Untuk itu diharapkan kepada bupati dan wali kota agar menyiapkan lokasi tanah untuk pembangunan rumah-rumah warga.

Baca juga: Badan Geologi siapkan rekomendasi teknis rekonstruksi Palu

Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018