Oleh Bob Widyahartono M.A. *)Jakarta (ANTARA News) - Sumber Daya Manusia (SDM), terutama di tingkat manajemen menengah lapangan di negeri ini agaknya masih perlu semakin ditingkatkan profesionalismenya yang beretika sesuai tugas dan tanggung jawab kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk ikut berkiprah dalam proses implementasi promosi investasi, apalagi di daerah.Kemampuan mereka seringkali dinilai banyak pihak sebagai hal yang terus-terusan tidak becus, termasuk di saat pimpinannya tanpa menunda-nunda waktu melakukan penggantian SDM dengan yang lebih bermutu demi produktivitas karya organisasi/lembaga. Pertumbuhan ekonomi dalam kuartal pertama 2007 sebesar enam persen (6%), yang dapat merupakan dasar yang kuat bagi pertumbuhan 6,3 persen untuk tahun 2007, agaknya dapat menjadi cermin bahwa kinerja kalangan eselon menengah di lapangan jangan harus berpuas diri. Adanya ungkapan peningkatan kegiatan perekonomian didorong oleh kinerja yang meningkat dalam ekspor, investasi dan pertumbuhan konsumsi yang mantap adalah kebijakan ekonomi dari kalangan "main stream". Sejak awal 1990an di Asia Timur telah menjadi paradigma umum bahwa industrialisasi berorientasi ekspor merupakan strategi yang lebih baik dari substitusi impor. Tahapan dan jenis kebijakan industrialisasi diperkenalkan klasifikasinya sebagai berikut: 1. Substitusi impor dengan kebijakan perlindungan industri pemula (infant industry protection); 2. Substitusi impor tahap kedua dengan memproduksi barang-barang modal dan barang barang konsumsi mahal (producing capital goods and consumer durables); 3. Orientasi ekspor tahap pertama (producing labor-intensive light manufactured goods); 4. Orietntasi ekspor tahap kedua (producing technology/capital/ knowledge-intensive industries, developing services, especially financial, undergoing technological and economic restructuring).Hal tersebut sesuai dengan catatan Edward K.Y. Chen pada 1998 dalam The Asia Model of Economic Development, Policy Implication for the 21st Century Institute of Developing Economies di Tokyo, Jepang. Bagi Indonesia, maka hal yang perlu diwanti-wanti sesuai kaidah Chen tidaklah mungkin diwujudkan dengan melakukan "lompatan tanpa mengalami pertumbuhan berkesinambungan" (impossible to leapfrog). Kondisi yang pernting adalah suatu kerangka kerja institusional yang mendorong kebijakan kebijakan tersebut dengan menyadari faktor-faktor institusional, seperti budaya dan budaya politik. Terdapat berbagai bentuk Penanaman Modal Asing (PMA), seperti: 1. SDM yang relatif murah: Atas dasar keunggulan komparatif negara tuan rumah dalam arti besarnya pasar negara tuan rumah. Bila pasarnya terbatas, maka tujuan investasi adalah menggerakkan ekspor, dan bila pangsa pasarnya luas, maka awalnya adalah men-substitusi impor.2. SDM yang tersedia : PMA yang terlibat lebih memberi tekanan untuk ekspor, dengan meng-eksploitasi sumber daya (resource endowments) optimal, dengan fokus utama pada menggerakkan perdagangan, negara tuan rumah memberlakan pembatasan pembatasan demi keamanan nastional (national security restrictions);3. Mencari komponen dari luar (component outsourcing), atas dasar keunggulan teknologi yang dimiliki perusahaan yang melakukan investasi,4. Investasi horisintal: untuk memprodusir produk produk yang di- diferensiasi dalam pasar oligopolistik dengan profitabilitas, dengan cara intra-industry dan intra-firm trade;5. Yang terkait dengan jasa, yang terjadi dalam industri yang tergolong non-traded yang berdampak keunggulan absolut begara tuan rumah dengan meningkatkan prodktivitas modal, dan sebagai masukan strategis untuk meng-upgrade sektor ekspor negara tuan rumah. Bentuk bentuk investasi tersebut bersifat menggerakkan perdagangan (trade promoting) justru karena perekonomian negara tuan rumah kapasitasnya adalah lebih kecil dibandingkan negara yang melakukan investasi. Keterkaitan antara perdagangan dan investasi dalam tingkatan ekonomi mikro (microeconomic level) perlu dicermati dalam menarik investor dalam arti dampak penciptaan perdagangan yang digerakkan oleh adanya investasi. Awalnya, parent-subsidiary secara vertikal yang merupakan sifat dan bentuk diminati. Kemudian dalam perkembangan dengan pengalaman yang saling mendukung menjadi tidak terlalu bersifat menjadi ‘inter-affliliate dengan otonomi yang makin besar oleh perusahaan perusahaan tergolong subsidiaries. Di pihak Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan instansi terkait dan daerah yang mendukung BKPM terus berupaya meningkatkan langkah stratetgis mengembangkan investasi dengan Undang Undang Penanaman Modal yang baru berlaku. Sebagai negara hukum, perangkat aturan yang tertuang dalam bentuk undang undang menjadi prasyarat mutlak. Dalam dunia investasi kepastian hukum yang tidak mudah ditafsirkan oleh pejabat secara sepihak harus menjadi acuan.Secara umum, peluang investasi untuk investor asing di Indonesia masih sangat menjanjikan,mnamun tidak berarti semua bidang bisa dimasuki investor asing. Ada beberapa bidang usaha yang masih tertutup bagi mereka. Pertimbangannya, pemerintah bermaksud melindungi pelaku UKM untuk bidang bidang tertentu. Setiap PMA perlu memahami adanya berbagai peraturan, seperti adanya DNI (Daftar Negatif Investasi), tax holidays, aturan imigrasi yang dapat diperoleh publikasinya di BKPM Pusat dan daerah , dan ini perlu dijelaskan pada calon investor.Apa yang menawan selama ini bagi investor yang berasal dari Amerika Serikat (AS) sudah banyak diketahui, yakni sektor Sumber Daya Alam (SDA), pertambangan, seperti Caltex, Freeport, Newmont, dan lainnya. Selain nama nama klasik tersebut muncul beragam nama yang mulai mengambil ancang-ancang berinvestasi, antara lain China National Petroleum Corporation, Sinopec, China National Chemical Corporation, First China Petroleum, dan Harbin Power.Kenyataan itu membuktikan bahwa SDA di negeri ini masih merupakan daya tarik tersendiri dibandingkan negara sesama Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dalam posisi SDA dan SDM. Semestinya manfaat dari kesiapan peningkatan mutu infrastruktur, manusia, pengetahuan, dan fisik menjadi hal utama, namun dewasa ini kesiapan itu masih belum memenuhi kebutuhan akan mutu profesionalisme dan good public governance dalam pelayanan investasi dengan memegang teguh peraturan yang tertuang dalam Undang-Undang Penanaman Modal (UUPM).Mobilitas modal dan teknologi secara dramatis mengubah cara negara negara memasuki alur sistem produksi global. Bagi negara berkembang maupun maju perubahan perubahan demikian membawa risiko maupun peluang. Bagi Indonesia sebagai negara berkembang, terbuka peluang untuk berperanserta dalam produksi regional dan internasional dengan meningkatkan kesempatan kerja dan daya beli masyarakat. Tapi, risiko pun dapat muncul dari kelemahan kebijakan dan arah gejala ekonomi kawasan regional. Tantangan yang senantiasa harus dihadapi adalah penciptaan lembaga ekonomi dimana pelaku ekonomi dan para pemangku kepentingan (stake holders) yang swasta dilibatkan ikut mem-fasilitasi perubahan cepat dan secara luas menyebarkan maslahat budaya produktivitas. Masih cukup banyak masalah dalam perjanjian perjanjian dengan negara lain, dihadapi baik secara bilateral, seperti JIEPA (Japan Indonesia Economic Partnership Agreement) yang melibatkan kalangan pebisnis berjiwa kewirausahaan sebagai ujung tombak, dan pemerhati ekonomi selaku pendukung profesional. (*)*) Bob Widyahartono M.A. (bobwidya@cbn.net.id) adalah pengamat ekonomi studi pembangunan dan bisnis, terutama masalah Asia Timur; Lektor Kepala di Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanegara (FE Untar) di Jakarta.

Oleh
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007