Jakarta (ANTARA News) - Pukul 15.30 WIB, Rabu, menjadi waktu yang paling ditunggu-tunggu pendukung tim Indonesia di Ecovention Ancol, Jakarta, yaitu tempat berlangsungnya pertandingan final tenis meja ganda putra.
Dua tim yang ditargetkan untuk mendapatkan emas, yaitu pasangan David Jacobs/Komet Akbar dan pasangan Agus Sutanto/Tatok Hardiyanto sudah siap di meja masing-masing menanti lawan tandingnya.
David/Akbar yang berada di meja nomor satu akan berhadapan dengan pasangan Shin Seung Weon/Jung Sukyoun dalam pertandingan kelas 10, di mana para pemain penyandang disabilitas akan bermain berdiri.
Sementara Agus Sutanto/Tatok Hardiyanto menempati meja nomor empat akan melawan pasangan Wanchai Cahiwut/Niyom Nachai dari Thailand dalam pertandingan kelas 4-5 yang seluruh pemainnya menggunakan kursi roda.
Laga di meja satu berlangsung begitu cepat, banyaknya kesalahan-kesalahan servis dari tim lawan memberikan poin bagi tim Indonesia. Permainan pun berakhir dengan skor 2-0 (11-5, 11-7).
Jika pasangan David/Akbar bisa menyelesaikan pertandingan dengan mudah, pasangan Agus/Tatok harus menghadapi reli panjang pada gim pertama.
Tim Thailand melakukan perlawanan yang sengit hingga nilai keduanya saling berdekatan, hingga pada akhirnya gim pertama diselesaikan dengan skor 14-12.
Pada gim kedua, pertandingan berjalan lebih mulus. Tampak pasangan Agus dan Tatok lebih percaya diri menyambar bola dari lawan. Set kedua tersebut pun berakhir dengan skor 11-7.
Seusai pertandingan Tatok mengatakan pada awal pertandingan mereka memang gugup, karena pertandingan ganda berjalan sangat singkat.
Jika pertandingan nomor tunggal dibutuhkan tiga gim untuk menang, lain halnya dengan pertandingan nomor ganda yang hanya membutuhkan dua gim untuk menang.
"Sempat gugup di awal, karena babak pertama itu sangat menentukan. Kalau sudah menang di awal maka berikutnya sudah lebih santai," kata Tatok yang kakinya lumpuh akibat kecelakaan pada 2006.
Namun pada babak kedua dia mengakui mereka lebih percaya diri dan dapat menunjukkan permainan mereka sebenarnya.
Sorak-sorai dari pendukung Thailand pun tidak memecah konsentrasi keduanya. Dia mengatakan mereka sudah berkali-kali menghadapi lawan yang sama dengan dukungan besar dari suporter.
"Kami sudah delapan kali menghadapi mereka, pendukung mereka tidak menjadi hambatan buat kami. Buktinya delapan kali berhadapan ya delapan kali juga kami menang," kata Tatok yang mempersembahkan emas tersebut untuk keluarganya, Indonesia dan warga Jawa Timur.
Bagi Agus Sutanto medali emas yang diperolehnya dipersembahkan untuk istri tercintanya. Bagi dia faktor utama kemenangan dirinya berkat dukungan dari istri dan anak-anaknya.
Istrinya Imas Sukmawati datang bersama anaknya untuk mendukung Agus Sutanto dalam pertandingan nomor ganda tersebut.
"Saya sudah lima bulan tidak ketemu keluarga saya, dengan mendapat medali emas ini pengorbanan saya pelatnas selama 10 bulan terbayar sudah," kata atlet yang pernah mendapatkan emas untuk nomor tunggal pada Asian Para Games 2014 di Icheon.
Sementara itu Komet Akbar mengaku kemenangan David Jacobs di nomor tunggal pada Selasa (9/10) memicu dirinya untuk dapat meraih prestasi yang sama gemilangnya.
Baca juga: Pelukan keluarga sambut kemenangan David Jacobs
"Kak David menjadi motivasi saya, karena dia telah membuka jalan awal dengan mendapatkan emas pertama di tenis meja," kata dia.
Sementara itu David menilai ketidakikutsertaan tim China pada nomor ganda menjadi salah satu faktor Indonesia dapat melaju meraih emas.
"China banyak bermain di nomor tunggal dan beregu, jadi sewaktu China tidak ikut di nomor ganda maka kita bisa `colong` medali di nomor ini," kata David yang menerima emas kedua dalam ajang tersebut.
Jika kedua pasangan tersebut telah diprediksi mendapatkan emas, berbeda dengan pasangan kelas TT 6-8 Mohamad Rian Prahasta dan Suwarti yang tidak ditargetkan sama sekali untuk mendapatkan emas.
Pasangan itu menjadi juara setelah mengungguli lawannya yang juga dari Indonesia Banyu Tri Mulyo dan Hamidah dengan skor 2-1 (11-7, 9-11, 11-5) pada babak final.
Mohamad Rian Prahasta dan Suwarti tak menyangka dapat memperoleh emas. Menurut mereka, mereka bukan unggulan untuk mendapatkan emas. Namun menurut Mohamad Rian dia memang menargetkan dirinya untuk mendapatkan emas.
"Kami memang tidak ditargerkan, tetapi saya punya target pribadi untuk mendapatkan emas," kata dia.
Sementara itu Suwarti mengatakan, lawannya dari Indonesia memang menjadi lawan terkuat.
"Memang yang kuat ya mereka, kalau dari negara lain biasa saja. Tetapi karena kami sering latihan bersama jadi ya kami sudah mengenal permainan mereka," kata Suwarti yang sedang mengandung 4,5 bulan itu.
Mereka mengaku baru berlatih bersama sejak masuk pelatnas pada awal Januari, dan mereka baru menemukan kecocokan selama empat bulan terakhir.
Baca juga: Suwarti sedang hamil 4,5 bulan saat raih medali emas
Emas tersebut mereka persembahkan untuk keluarga mereka dan juga negara Indonesia.
Tak hanya emas, pada perebutan medali di nomor ganda tersebut Indonesia juga memperoleh dua perak dan tujuh perunggu. Pasangan Banyu Tri Mulyo dan Hamidah harus puas dengan medali perak setelah dikalahkan Mohamad Rian dan Suwarti.
Kemudian pasangan ganda putra Mohamad Rian/Kusnanto juga belum bisa meraih emas setelah dikalahkan pasangan Chee Chaoming/Ting Ing Hock dengan skor 1-2 (7-11, 11-8, 6-11).
Pelatih tim kontingen Indonesia Bayu Widhie mengatakan apa yang didapatkan tim Indonesia melampaui target yang ditentukan.
"Dari awal kita memang menargetkan emas dari nomor ganda dan alhamdulillah hari ini tercapai," kata dia.
Dia pun berharap setelah Asian Para Games para atlet tetap meningkatkan kapasitasnya.
"Saya berharap performa atlet tetap dijaga dan mereka tetap rajin latihan setelah ini sehingga sewaktu pelatnas tidak mengulang dar nol lagi," kata dia.
Total medali yang diraih oleh tim tenis meja hingga Rabu (10/10) adalah empat emas, empat perak dan sembilan perunggu.
Baca juga: Tim Indonesia turun di tiga nomor beregu tenis meja
Baca juga: Tim ganda putra Indonesia tambah dua emas tenis meja
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2018