Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah tengah mengkaji kemungkinan pembayaran pajak pertambahan nilai (PPN) minyak goreng dalam negeri oleh pemerintah guna menurunkan harga di tingkat ritel sehingga dapat mendorong berkembangnya industri yang menggunakan minyak goreng. "Saat ini tengah dilakukan kajian dan konsultasi dengan DPR mengenai kemungkinan pembayaran PPN minyak goreng dalam negeri oleh pemerintah sesuai aspek hukum, teknis pelaksanaan, dan efektivitasnya," kata Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan, Bayu Krisnamurthi di Gedung Utama Departemen Keuangan Jakarta, Sabtu. Menurut Bayu, tingginya harga minyak goreng saat ini akan menganggu perkembangan industri yang menggunakan minyak goreng khususnya industri kecil seperti industri pembuat makanan, sehingga diperlukan kebijakan untuk membantu mereka. "Namun masalah yang terkait dengan ini tidak sederhana, belum lagi ada keruwetan yang menyangkut aspek teknis pelaksanaannya, dan yang lebih penting adalah aspek legalitasnya karena terkait dengan UU tentang PPN," katanya. Ia mencontohkan, jika PPN sudah dibayar oleh pemerintah maka pada produk yang sudah dibayarkan PPN-nya itu harus dibubuhi semacam tanda lunas bayar (cap atau lainnya) sehingga konsumen tidak dikenakan beban lagi. Hal itu tidak menjadi masalah jika minyak goreng sudah dikemas dalam kemasan pasti, namun akan menjadi masalah besar ketika yang dihadapi adalah minyak goreng curah. "Terhadap hal ini kita belum mengambil keputusan apapun. Kita lihat berbagai kemungkinannya, tapi tidak untuk jangka waktu yang mendadak," katanya. Sementara itu menyangkut kebijakan perberasan, Bayu menjelaskan, pemerintah menugaskan Perum Bulog sebagai lembaga milik pemerintah yang bertanggung jawab penuh terhadap pengamanan harga di tingkat petani melalui penerapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sesuai Inpres 3 tahun 2007 tentang Kebijakan Perberasan. Bulog juga bertanggung jawab penuh terhadap penyediaan cadangan beras 1,5 hingga 2,0 juta ton beras pada akhir 2007. Bulog juga bertanggung jawab penuh tehadap stabilisasi harga beras di tingkat konsumen pada tingkat harga saat ini untuk beras jenis termurah dan untuk jenis beras paling banyak dikonsumsi (sesuai defini BPS) hingga Januari 2008. "Untuk melindungi petani, pemerintah juga menaikkan tarif bea masuk (BM) impor beras dari sebelumnya Rp450 per kg menjadi Rp550 per kg," jelas Bayu.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007