Besok lomba lenong, nonton, ya. Pasti ramai. Tiap kelompok punya waktu 30 menit untuk menampilkan lenong, bisa sampai seharian.

Para ibu berbaju kurung merah muda dengan jilbab biru bersuka cita ketika mereka memenangkan lomba gambang kromong dalam acara "Gebyar Budaya Betawi" di Pusat Pelatihan Seni Budaya (PPSB), Jakarta Pusat.

Ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Tanah Abang 3 mengikuti salah satu kompetisi yang digelar dalam rangkaian Festival Betawi itu dan berhasil meraih juara pertama se-Jakarta Pusat.

"Iya, kami tidak menyangka bisa menang karena peserta lain penampilannya lebih bagus," kata Tuti, seorang peserta dari RPTRA Tanah Abang 3.

Ia bersama rekannya, Yanti mengaku senang dan berbangga mengingat latihan intensif yang dilakukan hanya dua minggu dan tanpa pelatih khusus.

Pembawa acara berbaju koko khas Betawi atau sadariah lengkap dengan kopiah dan ikat pinggang Betawi sempat membuat penonton tergelak lantaran candaannya dengan suara khas kuntilanak ketika juri hendak mengumumkan pemenang.

Pemenang utama mendapatkan hadiah uang tunai sebesar Rp12,5 juta dari Suku Dinas Pariwisata (Sudinpar} Jakpus.

Tiga orang juri yang mengambil peran sebagai penentu pemenang lomba gambang kromong sempat berseloroh ala Betawi sekaligus memberi beberapa masukan bagi para peserta yang ingin ikut dalam kegiatan berikutnya.

"Nantinya lebih perhatikan lagi kontak mata dan raut muka saat bermain gambang kromong. Lagi pula, ada banyak inovasi yang dapat dilakukan supaya penampilannya tidak begitu melulu," kata salah seorang juri.

Beberapa hal yang dinilai kurang pas dengan adat tradisional Betawi yang kerap ditampilkan, contohnya mengalungkan bunga ketika seni palang pintu.

Rautan antusias dan kebahagiaan juga nampak dari peserta lainnya, mulai dari usia sekolah dasar hingga ibu-ibu yang sibuk berjoget dengan alunan musik khas Betawi, seperti lagu kicir-kicir dengan seorang penyanyi dan grup musik yang lihai memainkan perangkatnya.

Suasana adat Betawi terasa kentara ketika melihat berbagai hiasan di sudut ruangan, seperti ondel-ondel, alat musik tradisional, dan pengunjung berpakaian seperti "abang" dan "none".

Pegawai Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Administrasi Jakarta Pusat selaku panitia penyelenggara, Salma Talalu mengatakan para peserta berasal dari sekolah, sanggar, dan RPTRA di Jakpus.

Kegiatan ini diakuinya adalah perdana dan dilaksanakan berdasarkan keinginan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait penyelenggaraan festival kebudayaan sepanjang tahun.

"Ini yang pertama kalinya ada acara seperti ini. Berdasarkan arahan Pak gubernur yang ingin event sepanjang tahun," kata Salma.

Sudinpar Jakpus mengaku RPTRA yang ikut partisipasi merupakan binaan dan difasilitasi dalam rangka menjaga kebudayaan Jakarta.

"Kami hanya memfasilitasi, tergantung RPTRA punya minat di bidang apa, baik angklung, marawis, dan lain sebagainya," ujarnya.

Sedangkan bagi murid-murid sekolah dasar yang ikut, adalah mereka yang tergabung dalam kegiatan ektra kurikuler kesenian budaya tradisional, seperti gambang kromong.

Selain itu, para remaja setingkat sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) juga bersemangat dalam menyalurkan bakat dan kreativitas mereka dengan didampingi guru masing-masing.

Namun, disayangkan penonton yang hadir tidak begitu banyak di gedung yang beralamat di Jalan KH. Mansyur tersebut.

Pengunjung didominasi oleh para peserta dan Sudinpar Jakpus, dan masyarakat lainnya tidak begitu memenuhi acara mengingat hari kerja.

Festival yang berlangsung hingga 11 Oktober 2018g itu akan menjalani acara puncak berupa pengumuman pemenang pada tanggal 12 Oktober di RPTRA Madusela, Kelurahan Mangga Dua Selatan, Sawah Besar.

Khusus pada Rabu (10/10) panitia menyelenggarakan lomba gambang kromong, sejenis orkes yang memadukan gamelan dengan alat-alat musik Tionghoa, seperti sukong, tehyan, dan kongahyan.

"Besok lomba lenong, nonton, ya. Pasti ramai. Tiap kelompok punya waktu 30 menit untuk menampilkan lenong, bisa sampai seharian," ujar Salma.

Sebelumnya, juga dilombakan seni palang pintu, yang merupakan adat khas Betawi ketika pernikahan sambil membawa roti buaya.

Beberapa kegiatan seni yang turut dilombakan, yaitu seni palang pintu dan pencak silat.

Lestarikan budaya

Wali Kota Jakarta Pusat, Bayu Meghantara mengatakan Gebyar Budaya Betawi bertujuan untuk menggali, mengembangkan, melestarikan, meningkatkan, dan membina seni Betawi khususnya di Jakpus.

"Acara ini merupakan wujud dari upaya kami untuk berperan aktif dalam mendukung pelestraian dan perkembangan seni budaya lokal di Jakarta," ujar Bayu.

Selain itu, kegiatan yang diselenggarakan sejak 8 Oktober itu diharapkan dapat diapresiasi dan memotivasi para seniman di Jakpus lebih bersemangat berkarya.

Dalam "Gebyar Budaya Betawi", bibit-bibit unggul dalam bidang kesenian Betawi dapat terlihat dan dikembangkan.

"Saya bahagia dan bangga menyaksikan masyarakat Jakpus masih memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pelestarian dan pengembangan seni palang pintu, pencak silat, gambang kromong dan lenong yang dibuktikan melalui terselenggaranya kegiatan ini," ucap Bayu.

Festival Budaya Betawi itu diikuti oleh 907 orang dari 65 grup yang berasal dari berbagai sanggar kesenian dan sekolah yang ada di Jakpus.

Pemkot Jakpus menjadikan acara itu sebagai upaya pelestarian budaya dan penyemarak Asian Para Games 2018 yang tengah berlangsung hingga 13 Oktober mendatang.*

Baca juga: Sanggar seni Betawi untuk lestarikan budaya Betawi

Baca juga: Lebih dekat dengan budaya Betawi lewat "Betawi Hari Ini"


Pewarta: Tessa Qurrata Aini
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018