Kuta, Bali (ANTARA News) - Akademisi dari Universitas Indonesia (UI), Chatib Basri mengatakan Indonesia memiliki pasar domestik luas sehingga dampak perlambatan ekonomi akibat perang dagang AS dan China tidak akan sebesar yang akan dialami oleh Malaysia dan Singapura.
"Sehingga perlambatan ekonominya hanya turun dari 5,2 persen ke 5,1 persen. Negara lain bisa lebih besar," kata Chatib ditemui usai konferensi internasional Inclusive Economic Growth: Reducing Poverty and Inequality sebagai rangkaian Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia (IMF-WB) 2018 di Kuta, Bali, Rabu.
IMF dalam World Economic Outlook memberikan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,1 persen pada 2018 di tengah risiko ketidakpastian global akibat perang dagang.
Chatib yang juga mantan menteri keuangan itu, membenarkan bahwa ekonomi global saat ini mengalami risiko akibat perang dagang antara AS dan China.
Risiko yang dihasilkan terutama dari sisi penurunan ekspor Indonesia ke dua negara ekonomi utama dunia tersebut.
Chatib mengatakan bahwa ekspor Indonesia ke China kebanyakan merupakan bahan baku penolong, sedangkan ekspor Indonesia ke AS utamanya adalah garmen dan produk manufaktur.
"Jadi kalau terjadi perang dagang antara AS-China, maka ada risiko bahwa ekspor China ke AS akan menurun. Kalau ekspor China ke AS menurun, permintaan impor bahan bakunya tentu juga akan lebih sedikit sehingga ekspor kita tentu akan terkena," ujar Chatib.
Kemudian, lanjut dia, perlambatan ekonomi China juga akan memengaruhi ASEAN mengingat tingginya ekspor negara-negara di Asia Tenggara ke China.
Baca juga: Menkeu ingatkan potensi penghambat pertumbuhan, termasuk kenaikan bunga The Fed
Baca juga: Dampak perang dagang, Indonesia optimalkan bauran kebijakan fiskal-moneter
Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2018