Batam (ANTARA News) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengatakan mayoritas warga di Lombok, Nusa Tenggara Barat yang menjadi korban bencana beberapa waktu lalu, kurang meminati rumah tahan gempa dengan teknologi Rumah Instan Sederhana Sehat (Risha).
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Syarif Burhanuddin di Batam, Kepulauan Riau, Selasa, mengatakan, dari 83.000 rumah yang rusak di NTB, hanya 1.800 kepala keluarga yang mendaftar untuk dibangunkan Risha.
"Mereka yang mendaftar, berminat. Ini sementara melalui pendataan kita hanya 1.800," kata dia.
Kementerian PUPR siap membangun rumah untuk korban bencana di Lombok dan Sumbawa. Waktunya tergantung kesiapan masyarakat.
"Masyarakat harus mau menerima dulu bangunan tahan gempa ini. Kalau mereka tidak tertarik, maka tidak jadi," kata dia.
Ia menilai masyarakat masih ragu dengan teknologi Risha, meskipun sebenarnya rumah itu tahan gempa.
"Kalau mereka punya rumah batu selama ini. Ini saja rusak, apalagi ini (Risha) menurut mereka. Jadi harus ada sosialiasi," kata dia.
Teknologi Risha memiliki kualitas mutu yang lebih terjamin, terukur dan terkonsentrasi pada proses produksinya. Konsumsi bahan material juga lebih hemat sekitar 60 persen sehingga lebih ramah lingkungan.
Risha dianggap cocok dengan kondisi Lombok yang rawan gempa, karena teknologi ini lebih tahan terhadap gempa. Selain itu, penggalakan teknologi Risha dapat mendorong terbukanya peluang lapangan pekerjaan baru bagi UKM terutama di sektor industri komponen bahan bangunan.
Baca juga: Pembangunan rumah tahan gempa harus perhatikan struktur
Baca juga: Rumah tahan gempa siap diterapkan di NTB
Pewarta: Yuniati Jannatun Naim
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018