tidak ada sesuatu yang diistimewakan dalam menghadapi perkara hukum dan tidak seorang pun bisa menghindari tuntutan jika melanggar hukum
Beijing, 9/10 (Antara) - Laporan Grace Meng kepada kepolisian di Lyon, Prancis, Kamis (4/10), perihal kehilangan sang suami menyita perhatian dunia internasional.
Pasalnya sang suami, Meng Hongwei, merupakan orang nomor satu di Interpol, organisasi kerja sama kepolisian dunia, yang bermarkas di salah satu kota besar di Prancis itu.
Grace cemas karena sang suami, tidak kunjung kembali ke tempat tugasnya sejak pulang ke kampung halamannya di China pada 25 September 2018.
Berdasarkan pengakuannya, suaminya itu meninggalkan Prancis pada 20 September 2018. Namun baru mendarat di China lima hari kemudian dengan menggunakan pesawat dari Stockholm, Swedia.
Kepolisian Prancis pun berusaha menindaklanjuti laporan Grace yang menerima pesan singkat terakhir melalui telepon seluler dari suaminya pada 25 September 2018 bertuliskan "tunggu panggilanku" dengan gambar emoji pisau.
"Ini sudah menjadi masalah internasional," kata Grace kepada media di Prancis atas kegusarannya terhadap nasib sang suami.
Menanggapi hal itu, Kementerian Dalam Negeri Prancis, Sabtu (6/10), menyatakan telah memberikan perlindungan kepada Grace dan anaknya.
Namun tidak berlangsung lama, misteri hilangnya Meng tersingkap. Komisi Penyelia Nasional China (NSC) di Beijing, Minggu (7/10), mengeluarkan pernyataan singkat bahwa Meng yang merangkap jabatan sebagai Wakil Menteri Keamanan Publik China dalam investigasi atas dugaan pelanggaran hukum.
Pernyataan NSC dikonkretkan oleh Kementerian Keamanan Publik China bahwa Meng ditahan atas tuduhan menerima suap.
"Investigasi terhadap Meng sangat tepat....yang menunjukkan bahwa tidak ada sesuatu yang diistimewakan dalam menghadapi perkara hukum dan tidak seorang pun bisa menghindari tuntutan jika melanggar hukum," tulis China Daily mengutip pernyataan yang dirilis setelah rapat yang dipimpin Menteri Keamanan Publik China Zhao Kezhi di Beijing, Senin (8/10).
Pada hari itu juga Meng mengajukan pengunduran diri sebagai Kepala Interpol yang kemudian ditindaklanjuti oleh pihak Sekretariat Jenderal Interpol di Lyon dengan menunjuk Kim Jong Yang sebagai pelaksana tugas Kepala Interpol.
Jabatan devinitif Kim yang berkebangsaan Korea Selatan itu sampai saat ini sebagai Wakil Kepala Interpol.
Dari Bali
Sampai di sini riwayat perjalanan Meng di dunia kepolisian telah tamat. Namun mengamati perjalanan pria kelahiran Harbin, Provinsi Heilongjiang, pada November 1953, tetap menarik.
Gelar sarjana hukumnya diperoleh dari Peking University dan masternya dari Central South University.
Pria berusia 65 tahun itu mendharmabaktikan dirinya di dunia kepolisian dan penegakan hukum kurang lebih 40 tahun. Sejak 2004 hingga sebelum dibui, Meng menduduki kursi Wakil Menteri Keamanan Publik.
Namun di sepanjang periode tersebut, beberapa jabatan penting disandangnya, seperti Kepala Biro Kepolisian Maritim dan Deputi Direktur Lembaga Kelautan.
Sejak 2004 pula, Meng menjabat Kepala Interpol China. Jabatan diembannya selama 12 tahun sampai dia terpilih sebagai Kepala Interpol dalam Sidang Umum ke-85 Interpol di Nusa Dua, Bali, pada November 2016.
Meng merupakan orang China pertama yang menduduki jabatan puncak Interpol. Terpilihnya dia dianggap sebagai keberhasilan China dalam memengaruhi dunia internasional di bidang kepolisian.
China sangat berkepentingan dengan Interpol karena banyak pelaku korupsi di daratan Tiongkok yang melarikan diri ke berbagai negara.
Apalagi sejak Presiden Xi Jinping berkuasa pada 2012 sudah melancarkan kampanye pemberantasan tindak pidana korupsi dengan menangkapi pelaku-pelakunya di mana pun berada.
Pada akhir 2012, Partai Komunis China (PKC) sebagai partai penguasa menerbitkan delapan pasal peraturan penghematan anggaran untuk menghindari tindakan penyalahgunaan keuangan negara.
Inspektorat Disiplin Komite Pusat Partai Komunis China (CCID) memiliki sistem laporan bulanan atas implementasi peraturan pengelolaan keuangan di lingkungan pejabat pemerintah provinsi, pejabat lembaga pemerintah, pengurus Komite Pusat PKC, direksi dan pimpinan badan usaha milik negara serta pimpinan perusahaan keuangan setempat.
Nah, selama menduduki jabatan penting di kepolisian China itu, prestasi Meng tidak bisa dibilang biasa-biasa saja.
Pada 2015 atau saat Meng masih menjabat Kepala Interpol China telah mengeluarkan surat perintah penangkapan atau "red notice" terhadap 100 buronan kasus korupsi di darata Tiongkok itu.
Kebanyakan dari buronan korupsi tersebut pernah menjabat atau menjadi pegawai pemerintahan, pejabat dan pegawai badan usaha milik negara, bahkan juga aparat penegak hukum.
Jadi, Meng bukan polisi China pertama yang dijebloskan ke penjara. Sebelumnya ada juga Zhang Yongguang yang pernah bertugas di Kepolisian Kota Shenzhen, Provinsi Guangdong, dibui setelah menyerahkan diri pada 18 Juli 2017.
Zhang meninggalkan China pada 2010 dan namanya termasuk dalam 100 daftar pencarian orang (DPO) yang tertera dalam "red notice" yang dikeluarkan Meng pada 2015.
"Bersih-bersih" ala Meng dan Inspektorat Disiplin Komite Pusat PKC (CCID) memang membuahkan hasil.
Selama periode Januari-Agustus 2017 saja tercatat sebanyak 40.818 pejabat terlibat dalam 28.965 kasus tindak pidana korupsi, termasuk penerimaan suap atas jabatan dan kedudukan yang bersangkutan.
Kemudian hingga semester pertama 2018, sedikitnya 240 ribu pejabat dan mantan pejabat di China telah diputus oleh pengadilan karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang disebut sebagai tindakan indisipliner.
Menurut data CCID dan NSC, dari jumlah itu, sebanyak 28 pejabat yang dipenjara itu setingkat gubernur atau di bawahnya.
Lalu lebih dari 1.500 pejabat setingkat keresidenan, 10.000 pejabat kabupaten, 37.000 perjabat pemerintah kota, dan 146.000 pejabat daerah perdesaan serta kalangan pengusaha. (T.M038)
Baca juga: Meng Hongwei terpilih jadi presiden Interpol
Baca juga: Tokoh pemburu koruptor jadi kepala badan baru anti-korupsi China
Baca juga: Indonesia-Tiongkok sepakat tukar informasi untuk buru koruptor
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2018