"Relokasinya nanti pemerintah daerah akan mencari (tempatnya). Setelah ketemu beberapa daerah maka para ahli akan memetakan bagaimana potensinya daerah tersebut. Kita tidak ingin masyarakat yang direlokasi di tempat yang sama bahayanya sehingga (mereka akan) ditempatkan di tempat yang lebih aman," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam konferensi pers Update Tanggap Bencana Sulawesi Tengah di Kantor BNPB, Jakarta, Minggu.
Dia mengatakan daerah-daerah yang terjadi likuifaksi lebih baik tidak diperuntukkan untuk menjadi area pemukiman karena khawatir ketika diterjang gempa dan tsunami maka material tanah akan berubah menjadi lumpur dan mudah menyebar akibat goncangan gempa sehingga muncul seolah-olah fenomena rumah berjalan.
"Tempat itu diperuntukkan bukan untuk pemukiman tapi fasilitas publik, misalnya hutan kota, lapangan olahraga atau didirikan museum atau tempat pendidikan yang sifatnya umum agar masyarakat bisa belajar bahwa bencana di kota Palu bukan yang pertama terjadi," ujarnya.
Dengan demikian, kesiapsiagaan dan tanggap bencana di tengah masyarakat semakin ditingkatkan.
"Kita memerlukan bangunan seperti museum sebagai penanda agar masyarakat belajar banyak, teredukasi, kemudian kita terus latihkan agar masyarakat siaga bencana," tuturnya.
BNPB mengatakan jumlah pengungsi mulai berkurang di Palu, Donggala dan sebagian dari wilayah Sulawesi Tengah, yang sampai pukul 13.00 WIB pada Minggu (7/10), jumlah pengungsi sebanyak 62.359 orang yang tersebar di 147 titik.
Sementara, BNPB mencatat sebanyak 1.763 korban jiwa yang terdampak gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah berdasarkan pembaruan data korban hingga pukul 13.00 WIB pada Minggu (7/10).
Baca juga: Pemerintah Sulteng diminta salurkan bantuan secara merata
Baca juga: Evakuasi korban ditargetkan selesai 11 Oktober
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2018