Palu (ANTARA News) - Pendataan masuk dan keluar warga negara asing di Sulawesi Tengah yang melalui Bandara Mutiara SIS Al Jufri, Palu, pascagempa dan tsunami melanda wilayah ini dilakukan secara manual di posko bersama.

"Mulai tanggal 2 Oktober 2018, kami bekerjasama dengan Imigrasi dan Bais TNI mendirikan posko bersama untuk melakukan pendataan," kata Ketua Posko Bersama Jean Anes di Bandara Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu.

Pendataan tersebut, kata Anes, sebagai solusi sementara atas kerusakan yang terjadi di Bandara Mutiara SIS Al Jufri ini usai bencana alam yang menyebabkan kantor Imigrasi di fasilitas transportasi udara tersebut tidak berfungsi secara normal.

"Ketika ada kejadian luar biasa seperti ini, hampir bisa dipastikan Sulawesi Tengah akan banyak didatangi orang asing, relawan asing dan jurnalis asing yang harus mendapat izin dari Kemlu untuk bisa beroperasi di wilayah bencana," ujarnya.

"Karena itu didirikan posko bersama untuk mendata sekaligus mengetahui nomor kontak, siapa mitra dia di sini sehingga bila terjadi hal yang tak kita inginkan, kita tahu siapa yang dihubungi dan siapa yang di lapangan. Ini untuk keamanan yang bersangkutan dan tentunya kemanan negara kita," kata Fungsional Ditjen Protokol Konsuler Kemlu tersebut.

Setelah terdata di bandara, ujar Anes, relawan asing yang sudah secara legal dengan izin Kementerian Luar Negeri diarahkan ke posko gabungan bernama Join Operation and Coordination for International Exsistance yang bekerjasama dengan BNPB dan AHA Erat untuk pembagian kerja.

"Adapun bagi jurnalis asing, juga ke tempat yang sama di mana di lokasi tersebut sejak 5 Oktober 2018 didirikan media centre sesuai instruksi menteri untuk mengelola jurnalis asing hingga bisa memberitakan laporan kondisi yang sesungguhnya," kata Anes.

Baca juga: Frekuensi gempa susulan terus menurun

Selain mendata WNA, posko bersama ini juga mendata bantuan asing yang lebih diarahkan untuk mereka yang kurang atau memiliki akses terputus.

Hingga saat ini, bantuan negara asing yang terdata oleh posko gabungan adalah dari 28 negara. Namun mereka harus melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan diketahui jenis barangnya.

"Yang paling dibutuhkan saat ini dan yang diterima adalah tenda, mesin pengelola air, generator, disinfektan serta bantuan angkutan operasional untuk memudahkan transportasi bantuan lebih cepat," ujarnya.

Kendati menerima sejumlah barang dan menolak barang lainnya termasuk makanan, popok bayi, susu, obat dan alat kesehatan, tapi tetap ada pertimbangan untuk hal tersebut.

"Khusus untuk alat kesehatan, ada beberapa alat penunjang yang memang dibutuhkan bagi bencana gempa-tsunami akan kita pertimbangkan. Sementara obat dan makanan kami tidak terima sementara waktu. Sementara perlengkapan bayi seperti susu dan popok diutamakan dari dalam negeri," katanya.

Anes menyebutkan hingga saat ini sudah ada 28 negara yang didata dengan sebagian sudah memasuki Palu atau Indonesia melalui Balikapapan atau Makassar.

Negara yang bantuannya sudah masuk Palu antara lain Singapura, Australia, Selandia Baru, India dan Jepang. Sementara yang masih terparkir di Balikpapan Inggris, Jerman, Qatar, Swiss, Malaysia dan lainnya.

Pada Jumat (28/9), terjadi gempa begitu besar yang mengguncang wilayah Palu dengan kekuatan 7,4 magnitudo yang disusul dengan terjangan gelombang tsunami setinggi tiga hingga empat meter di sepanjang garis pantai Donggala hingga Kota Palu dan menyebabkan ribuan orang menjadi korban.

Baca juga: BNPB: korban meninggal gempa-tsunami Sulteng 1.649 orang
Baca juga: Dubes apresiasi penemuan jenazah warga Korea di Palu
Baca juga: Aktivitas pasar Inpres Manonda Palu mulai pulih

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018