Sidoarjo (ANTARA News) - Budayawan Emha Ainun Najib yang akrab disapa Cak Nun, yang selama ini peduli terhadap korban lumpur Lapindo , merasa pesimis pembayaran ganti rugi terhadap korban lumpur selesei sesuai "deadline" Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 14 September mendatang. Menurut dia, kondisi itu karena hingga kini sisa data yang masuk pada pihak tim verifikasi Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) masih banyak terdapat perbedaan. "Kalau deadline 14 September, saya kira tidak akan mungkin bisa tuntas," kata Cak Nun usai mendatangi kantor tim verifikasi BPLS di Sidoarjo, Kamis petang. Ia mengatakan, saat ini masih banyak berkas yang masuk ke tim verifikasi BPLS, terdapat perbedaan dengan data yang ada di lapangan, sehingga ia memperkirakan tuntasnya pembayaran ganti rugi itu mundur satu hingga dua minggu, dari deadline yang ditetapkan Presiden. Meski tidak bisa menepati deadline Presiden, menurut Cak Nun, pihak tim verifikasi BPLS dan PT Minarak Lapindo Jaya selaku juru bayar ganti rugi korban lumpur, harus tetap bersemangat dalam pekerjaannya dalam menyelesaikan masalah ini. "Meski molor dari deadline, semua pihak jangan berkecil hati dan harus tetap semangat, karena memang rumitnya persoalan dan masih banyaknya perbedaan data terkait luas bangunan dan lain sebagainya," kata pembina "Kyai Kanjeng" ini. Sementara itu tim verifikasi BPLS, Kamis, menolak 411 berkas yang diajukan ratusan warga Perum Tanggulangin Anggun Sejahtera (TAS) 1, karena dalam berkas itu tidak terdapat tanda tangan RT/RW setempat, Kades Kedungbendo dan Camat Tanggulangin. Mengetahui berkasnya ditolak, warga Perum TAS 1 itu langsung memprotes tim verifikasi. "Sesuai juklak dari Menteri Pekerjaan Umum, berkas warga korban lumpir yang akan mendapatkan ganti rugi tidak harus diketahui RT/RW, kades dan camat, dengan saksi dari beberapa tetangga saja sudah sah," kata tokoh warga Perum TAS 1, Sumitro. Sumitro dan sejumlah warga Perum TAS 1 hingga Kamis malam masih menunggu jawaban dari tim verifikasi BPLS di depan kantor BPLS di Jalan Diponegoro Sidoarjo. "Kalau memang tim verifikasi menolak, kami minta mereka memberikan tanda bukti surat penolakan. Surat itu nantinya akan kami bawa ke Jakarta dan bila tetap tidak ada keputusan, kami akan membakar di depan istana presiden," ancam Sumitro.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007