Palu (ANTARA News) - Masyarakat korban gempa dan tsunami di Palu, Sigi dan Donggala Sulawesi Tengah, masih tinggal di berbagai titik pengungsian yang tersebar di berbagai lokasi yang agak sulit dijangkau bantuan.

Dari pantauan wartawan Antara, Ricky Prayoga di Palu, Jumat, di areal terminal terpadu Mamboro, Palu Utara, misalnya, setidaknya ada empat posko kecil yang terpisah satu sama lain.

Sebagian dari mereka mendirikan tenda tidak jauh dari rumah mereka yang rusak. Mereka menggunakan kain terpal seadanya sebagai atap dan sebagai alas digunakan karpet, tikar, kain hingga kardus.

Di dalam satu posko pengungsian, ada sekitar 5-15 kepala keluarga (KK) yang menghuni, termasuk di dalamnya anak-anak kecil yang tergolong bayi di bawah usia lima tahun yang membutuhkan asupan gizi bagi pertumbuhannya, seperti susu.

"Sebagai pengganti susu, kami menggunakan air putih. Sementara untuk memenuhi kebutuhan makan minum, kami seadanya mengandalkan yang memberi di jalan trans-Sulawesi di depan situ karena memang bantuan juga belum ada," kata seorang penghuni posko pengungsi di dekat jalan masuk terminal Mamboro, Kartini (32).

Meskipun rawan tidak terjangkau bantuan karena terpisah dari posko besar, ia mengatakan, hal tersebut dilakukan dengan alasan untuk mempermudah menjaga rumah yang ditinggalkan.

"Kami pernah bergabung dengan posko lain, tetapi karena banyak kasus pencurian dan pembobolan rumah, kami akhirnya berinisiatif mendirikan di depan rumah kami sambil menjaga rumah," kata Kartini.

Dia bersama para tetangganya sekitar 15 KK, mendirikan posko pengungsian di depan permukiman mereka, berpisah dari posko yang didirikan oleh masyarakat di RW-nya.

Sementara itu, Jumadi (25) yang masih bertahan di posko pengungsian di atas bukit di areal terminal Mamboro, mengatakan memiliki alasan sendiri tetap bertahan di atas bukit bersama lima KK lainnya.

Menurut dia, alasan bertahan di sana karena wilayah tersebut cukup tinggi untuk menghindari gelombang tsunami susulan.

Kendati demikian, Jumadi mengaku dia dan rekan-rekannya tidak keberatan jika ada instruksi pemerintah untuk bergabung dengan posko lainnya membentuk posko pengungsi yang lebih besar untuk mempermudah penyaluran bantuan.

"Jika itu merupakan instruksi dari pemerintah ya kami mau, karena di sinipun kebutuhan agak susah termasuk untuk anak-anak," ujar Jumadi.

Sebelumnya, pada Jumat (28/9), terjadi gempa dengan kekuatan 7,4 magnitudo yang disusul dengan terjangan gelombang tsunami setinggi tiga hingga empat meter di sepanjang garis pantai Donggala dan kota Palu sehingga menyebabkan ribuan orang menjadi korban.

Baca juga: Anak-anak pengungsi di Donggala minta sumbangan
Baca juga: Bulog Sulteng salurkan beras 200 ton untuk korban gempa
Baca juga: BNPB: pengungsi gempa-tsunami Sulteng capai 70.821 orang

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018