Ditemui usai Shalat Jumat pertama kali sejak bencana berkekuatan 7,4 Skala Richter itu, Idris menegaskan bahwa bencana dahsyat ini merupakan teguran dari Allah SWT atas berbagai kemaksiatan yang terjadi.
"Sudahlah, stop penyalahgunaan narkoba yang kini marak, berbagai maksiat lainnya. Bencana ini seharusnya sudah cukup bagi umat untuk introspeksi, segera kembali ke jalan Allah," katanya sambil menahan tangis dan matanya berkaca-kaca.
Ia memastikan bahwa bencana yang datang ini merupakan "signal" atau isyarat atas kebesaran Allah SWT untuk mengingatkan manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
"Kembali ke jalan Allah," katanya berulang-ulang.
KH Idris yang didampingi oleh sejumlah pemuka agama setempat seperti KH Idris Latade (juga imam Masjid Raya Baiturrahim), H Abdul Kadir Abdullah, H Zaenong Nurul Saadah, dan H Jayadin S Mahu, juga mengingatkan untuk bersabar atas musibah ini.
Kepada sesama pemuka agama dia juga meminta untuk tak henti-hentinya memberikan tausyiah atau nasihat kepada umat untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan.
Sementara itu, suasana haru tampak pada diri para jamaah Shalat Jumat di masjid itu.
Tak sedikit jamaah menangis saat mendengarkan khutbah dari khatib KH Jayadin S Mahu dan saat Idris memimpin doa seusai shalat.
Masjid itu juga rusak di berbagai bagian di plafon dan dinding-dinding pilar.
Di halaman masjid itu juga terdapat tenda-tenda pengungsi.
Saat gempa pekan lalu di masjid itu sedang bersiap untuk melakukan Shalat Maghrib.
Abdul Kadir menambahkan bahwa di masjid itu sudah beberapa kali ada legiatan memandikan dan menyalatkan bagi jenazah korban gempa sebelum dikuburkan.*
Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018