Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum RI menyatakan ada potensi 31 juta pemilih yang sudah melakukan perekaman KTP elektronik, belum masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT).
"Ada potensi 31 juta pemilih sudah melakukan perekaman KTP elektronik, tapi belum ada di DPT," kata Komisioner KPU RI Viryan Azis dalam acara Peresmian Gerakan Melindungi Hak Pilih (GMHP) yang diselenggarakan KPU RI di Jakarta, Jumat.
Viryan mengatakan angka tersebut diperoleh berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
KPU mengajak seluruh masyarakat untuk meluangkan waktu mengecek keberadaan namanya di daftar pemilih yang telah ditempelkan pada setiap kantor kelurahan dan melapor ke KPU jika namanya belum terdaftar sebagai pemilih.
Ketua KPU RI Arief Budiman mengatakan Gerakan Melindungi Hak Pilih sendiri dilakukan KPU sebagai upaya melindungi hak pilih pubik.
Melalui gerakan ini, KPU RI bersama KPU daerah, membentuk puluhan ribu posko hingga ke pelosok daerah untuk memudahkan masyarakat melakukan pelaporan.
Ketua Komisi II DPR RI Zainuddin Amali yang hadir dalam acara tersebut mengaku terkejut dengan angka tersebut.
"Saya agak terkejut dengan angka 31 juta hasil temuan Dukcapil yang belum masuk dalam DPT," jelasnya.
Amali menekankan berdasarkan data Dukcapil, Daftar Penduduk Pemilih Potensial Pemilu (DP4) berjumlah 196 juta, sedangkan DPT hasil dari pencocokan dan penelitian (coklit) KPU berjumlah 185 juta.
Selisih antara data pemilih potensial versi Dukcapil dan DPT yang dikeluarkan KPU itu hanya sekitar 11 juta.
"Nah tiba-tiba muncul angka 31 juta dari Dukcapil. Angka 31 juta ini bukan barang yang sedikit," jelasnya.
Amali mengatakan Komisi II DPR RI akan segera mengundang Menteri Dalam Negeri, KPU, dan Bawaslu untuk meminta informasi yang valid dari masing-masing instansi.
"Jangan sampai ada keraguan dari peserta pemilu," jelas Amali.
Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin mengatakan persoalan daftar pemilih menjadi perhatian bagi KPU dan Bawaslu.
Menurut Afifuddin, Bawaslu mengapresiasi langkah KPU membentuk posko-posko pelaporan guna melindungi hak pilih publik.
Baca juga: 200.000 karyawan perkebunan dan pertambangan terancam tak bisa "nyoblos"
Baca juga: Bawaslu temukan 54 data ganda dalam DPT
Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018