Palu, Sulawesi Tengah (ANTARA News) - Hampir seluruh wilayah Kelurahan Balaroa di Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, terkubur ketika tanah desa itu amblas akibat gempa besar yang mengguncang wilayah Palu dan Donggala pada 28 September.

Perumahan pertama di daerah itu, yang dibangun tahun 1980-an, pun tak terhindar dari kemalangan. Demikian pula para penghuninya. Tak sedikit warganya ikut terkubur bersama rumah dan harta benda mereka akibat bencana itu.

Mereka yang selamat juga harus rela kehilangan anggota keluarga, kerabat, teman dan sahabat, serta harta benda. Di antara para penyintas dari Balaroa, ada anak empat tahun bernama Faiz, yang kehilangan teman mainnya Aura saat gempa mengguncang Palu.

"Aura tertindih tembok besar dan kuat. Faiz enggak kuat. Kalau Faiz kuat, Faiz mau bantu," kata Faiz, yang dirundung kesedihan.

Faiz bersama orangtuanya, Ikram dan Dian, serta anggota keluarga lainnya berhasil menyelamatkan diri walau harus kehilangan tempat tinggal dan anggota keluarga lain.

Dian (32) menceritakan saat gempa mengguncang dia bersama anggota keluarga lainnya sedang berada di dalam rumah. "Di rumah ada sekitar enam hingga delapan orang dan ada anak-anak kecil juga. Tapi, mama mertua saya tidak tertolong," tutur Dian.

Ia menuturkan bagaimana guncangan bumi membuat tanah terbelah, kemudian pohon, masjid dan bangunan lainnya bergerak ke samping, atas, bawah seperti terbawa gelombang hingga akhirnya tertutup oleh tanah.

"Saat pergi menyelamatkan diri, saya berlari di bawah atap rumah orang," katanya.

Dalam upaya penyelamatan diri itu Dian dan buah hatinya yang paling kecil sempat tertimpa atap. Faiz yang berlari di depan Dian spontan berteriak meminta pertolongan orang-orang di sekitarnya ketika melihat ibunya terjebak.

"Saat itu, Faiz berteriak mamanya tertinggal di bawah atap, akhirnya ada warga yang menolong adiknya dulu baru, kemudian istri saya ditarik di antara sela-sela atap rumah," kata sang ayah, Ikram (32).

Tapi upaya penyelamatan belum berakhir. Di tengah kebingungan mencari arah, keluarga tersebut bersama warga lainnya harus lari menuju tempat aman di tanah yang bergerak tak beraturan sambil menghindari bangunan roboh dan api yang berkobar di sekitar mereka.

"Di sekeliling kami api menyala-nyala, tanah juga tidak beraturan, kami lari terus, bahkan kami sampai terbawa oleh pergerakan tanah itu dari lapangan ke arah masjid hingga ke lorong Kamboja, mungkin sejauh 300 meter," kata Ikram.

Setelah saat-saat luar biasa mencekam itu, keluarga Ikram berhasil menyelamatkan diri.

Namun masih banyak warga desa dan penghuni perumahan lain yang menunggu evakuasi. Dan tak sedikit yang sudah kehilangan nyawa di sana, terkubur di bawah tanah balaroa bersama kenangan mengenai perumahan tertua di Palu dan penghuninya.

Baca juga:
Ketika gempa membuat ladang jagung menduduki Jono Oge
180 hektare area Petobo dan 202 hektare area Jono Oge ambles
Korban meninggal gempa-tsunami Palu-Donggala capai 1.558

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018