Jakarta (ANTARA News) - Alumni Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Andi Asikin, dalam kesaksiannya menyatakan kekerasan yang terjadi dalam lembaga pendidikan pencetak pejabat negara itu telah tersistem. Dalam sidang gugatan orang tua Cliff Muntu terhadap Mendagri dan Rektor IPDN di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, Andi yang sempat menjadi pengasuh di IPDN itu menceritakan kekerasan yang dialaminya saat menjadi Praja pada 1991. "Saya masuk IPDN dengan harapan ingin sekolah, jadi pintar, ingin jadi pejabat. Tetapi ternyata dihadapkan pada kekerasan yang luar biasa, yang di luar kemanusiaan," tuturnya. Andi bahkan mengaku sempat berpikir untuk melarikan diri karena kekerasan yang kerapkali dialaminya. "Tetapi, niat itu saya urungkan karena mengingat orang tua saya yang sangat berharap kepada saya," ujarnya. Andi menilai kekerasan yang dialami olehnya dan praja lain sudah tersistem karena dilakukan begitu terbuka, di mana saja dan kapan saja. "Saya pikir itu sebuah sistem, karena yang melakukan bukan hanya senior. Pejabat, dosen, pembina, dan pengasuh juga ikut memukul, dilakukan secara terbuka di mana saja dalam komunitas IPDN," tuturnya. Andi bahkan menceritakan pernah mendapat pukulan dari Pembantu Rektor III IPDN, M Jabar. Andi yang kini menjabat asisten dosen di IPDN menjelaskan pola pembinaan di institut itu ada tiga tahap, yaitu tahap penanaman, pertumbuhan dan perkembangan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007