Jakarta (ANTARA News) - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menganggap pemerintah tidak serius menanggapi gugatan yang dilayangkan terhadap mereka soal penanganan lumpur Lapindo. Usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, Taufik Basari sebagai penggugat yang mewakili YLBHI menyatakan ketidaksiapan pemerintah untuk menghadirkan saksi dan ahli menunjukkan ketidakseriusan mereka. "Kami mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menanggapi perkara ini karena terlihat dari kegagalan mereka untuk menghadirkan saksi dan ahli pada sidang ini," katanya. Sidang seharusnya mendengarkan keterangan saksi dan ahli dari pihak pemerintah sebagai pihak tergugat. Namun, pemerintah tidak bisa menghadirkan saksi dan hanya menyerahkan tambahan bukti tertulis. YLBHI meminta kepada majelis hakim yang diketuai oleh Moefri untuk memberi kesempatan yang sama kepada penggugat dan tergugat guna menghadirkan saksi. Penggugat, menurut Taufik, hanya diberi kesempatan sebanyak tiga kali pertemuan untuk mengajukan saksi dan bukti tertulis. "Sekarang ini sudah kesempatan ketiga yang diberikan kepada tergugat untuk menghadirkan saksi. Kami meminta perlakuan yang sama dan agar majelis menerapkan asas keadilan dan perlakuan yang sama," tuturnya. Namun, majelis hakim memahami kesulitan para tergugat untuk menghadirkan saksi. Apalagi, menurut hakim, para tergugat cukup banyak dengan domisili cukup jauh karena meliputi Gubernur Jawa Timur dan Bupati Sidoarjo. Majelis akhirnya memberi kesempatan kepada tergugat untuk menghadirkan saksi dan ahli pada sidang berikutnya, Kamis 6 September 2007. Dalam persidangan, YLBHI kembali meminta majelis hakim untuk mengeluarkan perintah kepada pihak turut tergugat, Lapindo Brantas Inc, untuk membuka dokumen laporan harian pengeboran serta surat peringatan yang dikirimkan oleh PT Medco Energy kepada PT Lapindo. YLBHI bersikukuh pembukaan dokumen yang hanya dimiliki oleh PT Lapindo itu dapat menceritakan apa yang sesungguhnya menyebabkan luapan lumpur dan memenuhi rasa ingin tahu masyarakat.YLBHI dalam repliknya menyatakan Lapindo selalu menyalahkan gempa tektonik yang terjadi di Yogyakarta pada 27 Mei 2006 sebagai penyebab semburan lumpur agar terhindar dari tanggung jawab. Padahal, menurut YLBHI, Lapindo menutupi fakta adanya insiden pengeboran serta rangkaian antisipasinya sejak 27 Mei malam hingga 3 Juni 2006 yang tercatat dalam laporan harian pengeboran. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007