Jika informasi ini benar, Polisi harus menangkap penanggung jawab perekaman biometrik. Siapapun yang terlibat memberangkatkan PMI (pekerja migran Indonesia) ilegal harus berhadapan dengan hukum. Polisi harus usut tuntas.
Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) menyampaikan dugaan pelanggaran hukum dalam pelaksanaan perekaman biometrik (sidik jari dan wajah) oleh perusahaan VFS/TasHeel yang memproses calon pekerja migran yang akan ditempatkan sebagai penata laksana rumah tangga ke Saudi.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) Ayub U Basalamah melalui keterangan resmi di Jakarta, Rabu, mengatakan penempatan PLRT ke Kawasan Timur Tengah, termasuk Saudi Arabia, dilarang pemerintah sejak diterbitkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 260 Tahun 2015.
Dia menerima informasi dari beberapa pihak bahwa banyak WNI perempuan yang diduga akan diberangkatkan sebagai PLRT melakukan perekaman biometrik untuk mendapatkan visa masuk ke Saudi.
“Jika informasi ini benar, Polisi harus menangkap penanggung jawab perekaman biometrik. Siapapun yang terlibat memberangkatkan PMI (pekerja migran Indonesia) ilegal harus berhadapan dengan hukum. Polisi harus usut tuntas,” tegas Ayub.
Ayub menambahkan pelaksanaan kebijakan perekaman biometrik Saudi di Indonesia bisa mengganggu hubungan diplomatik Saudi-Indonesia yang selama ini harmonis. Longgarnya pihak VFS/TasHeel memberikan akses kepada calon PLRT, menimbulkan dugaan sistem perekaman biometrik ini telah disusupi oknum-oknum pengirim PMI ilegal dan perdagangan manusia.
“Saya khawatir praktik perekaman biometrik yang diduga memproses calon-calon PLRT ini bisa mengganggu proses pembahasan hubungan bilateral Indonesia-Saudi bidang ketenagakerjaan yang hampir final. Bisa juga ini menciderai hubungan diplomatik kedua negara yang selama ini harmonis. Guna menghindarkan hal-hal yang lebih buruk, pemerintah sebaiknya bertindak tegas”, kata Ayub khawatir.
Terpisah, Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Luar Negeri (PPTKLN) Kementerian Ketenagakerjaan Soes Hindharno mengatakan belum mendapatkan informasi tersebut secara spesifik.
Namun menurutnya, berkaca dari pengalaman yang terjadi selama ini, indikasi upaya pengiriman PMI ke Arab Saudi secara ilegal masih cukup besar. “Atas nama upaya melindungi pekerja migran, kami mendukung dilakukan pengusutan tersebut,” kata Soes.
Pengusutan tersebut, lanjut Soes, sama dengan upaya yang dilakukan Polisi beberapa bulan lalu yang mengusut pihak-pihak terkait penyedia jasa pemeriksaan kesehatan calon pekerja migran yang tidak sesuai prosedur.
Sebagaimana telah diumumkan oleh Kedutaan Besar Saudi Arabia di Jakarta beberapa hari kemarin, semua pemohon jenis visa (umroh, haji, kerja, dan lainnya) untuk masuk ke Saudi harus menyertakan rekam biometrik.
Kebijakan ini mulai diberlakukan 24 September 2018 kemarin. Untuk melakukan perekaman biometrik, seseorang harus mendatangi layanan perusahaan VFS/TasHeel yang ditunjuk pihak Saudi. Perusahaan ini memiliki 34 kantor cabang di Indonesia. Sebelumnya, perekaman biometrik dilakukan pada saat seseorang sudah mendarat di bandara Arab Saudi.
Lokasi perekaman biometrik diantaranya di Mall Cipinang Jakarta Timur, Epiwalk dan Pasaraya Blok M Jakarta Selatan. Semenjak kebijakan ini dilaksanakan, tempat-tempat itu ramai dikunjungi WNI yang akan mengurus visa ke Saudi.*
Baca juga: KBRI Yordan pulangkan WNI yang 14 tahun hilang
Baca juga: KJRI paksa majikan bayar Rp2 miliar gaji lima pekerja Indonesia di Saudi
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018