Tokyo (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia kembali menegaskan sikapnya untuk menolak setiap upaya yang ingin menjadikan masalah Selat Malaka sebagai persoalan internasional sehingga membuka peluang bagi masuknya kehadiran pasukan asing dalam "mengamankan" selat tersibuk di Asia-Pasifik itu. Penegasan tersebut dikemukakan Mensesneg Hatta Rajasa dalam perbincangannya dengan ANTARA News di Tokyo, Rabu. Mensesneg berada di Tokyo sebagai utusan khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menghadiri upacara kenegaraan pemakaman mantan PM Jepang Kiichi Miyazawa yang dilaksanakan di Nippon Budokan Hall, Selasa (28/8) lalu. Mensesneg mengatakan bahwa sikap Jakarta sudah tegas dalam persoalan Selat Malaka. Hanya Indonesia, Malaysia dan Singapura (lateral state) yang bertanggungjawab dalam mengamankan perairan sepanjang 500 mil, atau sekitar 800 kilometer itu. "Selat Malaka itu merupakan wilayah kedaulatan Indonesia, Singapura dan Malaysia. Di luar itu disebut sebagai `user state` atau negara-negara pengguna saja. Jadi mereka tidak harus terlibat melakukan `save guarding` dengan menerjunkan pasukannya di situ," ujar mantan menteri perhubungan itu. Mensesneg menerangkan, sikap Indonesia itu karena masih melihat ada upaya untuk menginternasionalkan persoalan Selat Malaka sehingga kekuatan-kekuatan asing juga merasa perlu untuk bisa mengamankan perairan yang membentang di antara Semenanjung Melayu dan Pulau Sumatera itu. "Negara-negara pengguna cukup memberikan kontribusi melalui kerjasama peningkatan kapasitas," ujarnya. Negara pengguna bisa memberikan bantuan berupa kapal-kapal patroli, teknologi demi meningkatkan kemampuan tiga negara yang berwenang tadi. Urusan patroloi bersama cukup oleh negara lateral state. Tiga negara itu juga telah sepakat sesuai perjanjian Batam yang membagi wilayah-wilayah patroli baik di udara ataupun laut. Lebih jauh, Hatta Rajasa mengungkapkan masalah terbaru dalam persoalan di Selat Malaka adalah mengenai penanganan arus lalulintas pelayaran yang semakin ramai dan pencemaran lingkungan di selat tersebut. Tentu saja, kata Mensesneg lagi, hal itu membutuhkan kerja sama internasional, mengingat kepentingan bersama di Selat Malaka. Dan posisi Indonesia dalam hal mengurangi bencana yang timbul akibat tabrakan dan pencemaran lingkungan semakin dituntut. "Itu sebabnya kita juga perlu meningkatkan sistem navigasi dan monitoring kapal-kapal yang canggih. Sekali lagi itu perlu kerja sama dalam kerangka peningkatan kapasitas kemampuan tadi. Jadi tidak perlu diinternasionalisasi," ujarnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007