Bogor (ANTARA News) - Hening Paradigma (32) atlet paralayang peraih emas Asian Games 2018, selamat dari gempa dan tsunami Palu-Donggala, Sulawesi Tengah, meskipun sempat ikut mengungsi bersama warga di bukit terdekat.

"Alhamdulillah, saya bisa selamat itu adalah bukti Allah masih sayang sama saya," kata Hening saat dihubungi Antara di Bogor, Senin malam.

Hening adalah salah satu dari 30 atlet, pelatih dan pendukung yang ikut dalam kejuaraan Palu Nomoni 2018 yang berlangsung dari tanggal 25 September dan rencananya berakhir tanggal 30 September.

Ia menceritakan ketika gempa dan tsunami terjadi, ia sedang berada di salah satu pusat perbelanjaan yang berjarak sekitar 100 meter dari bibir pantai Taman Ria yang diterpa tsunami.

"Waktu itu pertandingan selesai sebelum Jumat, karena jarak tempuh cukup dekat, jadi dapat ditempuh dengan cepat," katanya.

Pria asal Semarang ini mengatakan, ketika gempa berkekuatan 7,4 skala richter (SR) terjadi, dirinya berada di lantai lima pusat perbelanjaan Palu Grand Mall, bersama sejumlah warga lainnya.

Kekuatan gempa membuat seluruh bangunan berguncang hebat, kaca-kaca kios yang ada di dalam pecah, dan berbagai ornamen berjatuhan. Semua orang berteriak, dan berlutut di lantai, kejadian berlangsung sekitar pukul 17.00 WIB.

Ia mengatakan, gempa datang seketika langsung besar, guncangannya sangat kuat hingga membuat orang kesulitan untuk berjalan. Gempa tidak langsung disusul tsunami, ada jeda selama beberapa menit.

"Dua hal yang saya pikirkan, saya mati dengan cara diam di tempat, atau mati saat berjuang untuk keluar gedung," kata peraih emas nomor ketepatan mendarat beregu putra Asian Games 2018 ini.

Setelah gempa terjadi, Hening berhasil keluar dari gedung pusat perbelanjaan dengan menuruni tangga utama yang sudah dalam kondisi mati, suasana gelap, dan pintu masuk gedung juga tidak kelihatan.

"Saya tidak berpikir lagi mencari tangga darurat, tujuan saya hanya turun, dan mencoba menyelamatkan diri," katanya.

Bersama dengan warga Hening berhasil keluar dari gedung melalui lorong kecil yang banyak dilalui orang-orang. Lima belas menit sebelum tsunami terjadi. Hening juga sempat mengabadikan fotonya di sebuah masjid Baiturrahman yang berada dekat dengan pusat perbelanjaan.

"Masjid itu tadinya kokoh dan megah, seketika ambruk oleh gempa, saya coba mengabadikan foto di sana, sebagai bentuk syukur, inilah saya masih diberi keselamatan oleh Allah, juga untuk menginfomasikan kepada keluarga," katanya.

Hening mengaku beruntung, saat perlombaan dirinya tidak memilih menginap di Hotel Roa-Roa tempat tujuh atlet paralayang yang belum ditemukan. Ia memilih bergabung dengan teman-teman paralayang lainnya menginap di Borneo Hotel.

Pria yang juga pemilik usaha cireng ini mengenal seluruh atlet yang menjadi korban gempa dan tsunami Palu, salah satunya Ibu Rachmat Sauma yang cukup dikenal dekat.

Hening menambahkan, perlombaan Palu Nomoni 2018 ini adalah perlombaan pertama yang diikutinya setelah laga Asian Games 2018.

Ia memilih ikut karena untuk meningkatkan skill terbang di nomor lintas alam atau Cross country` (XC), karena skor tercatat secara nasional.

"Di Indonesia itu jarang ada kekuatan untuk nomor lintas alam, jadi saya ingin ikut untuk menambah jam terbang saya, tingkatkan skill," katanya.

Dua dari tujuh atlet yang dikabarkan hilang tersebut telah ditemukan di antara reruntuhan Hotel Roa-Roa Palu dalam keadaan meninggal dunia, yakni Gleen Mononutu dan Petra Mandagi. (KR-LR).
Baca juga: Dua jenazah atlet paralayang Sulut dievakuasi
Baca juga: Tujuh atlet Paralayang belum ditemukan di Palu

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2018