Kendati belum bertemu Miss Grand dari negara lain dan hanya mengetahui lawannya melalui sosial media, namun wanita kelahiran 23 Januari 1992 itu menilai kontestan Asia menjadi lawan berat karena kesamaan kultur.
Baca juga: Lombok jadi tema National Costume Indonesia di Miss Grand International 2018
"Kalau untuk menentukan yang terberat, saya enggak bisa menentukan karena belum bertemu. Kalau boleh dibilang, saingan terbesar tetap dari Asia. Karena kita kan kulturnya masih sama, secara fisik juga mirip," ungkap Nadia dalam jumpa pers di Jakarta, Sabtu.
Sekadar informasi, pada tahun 2016, Indonesia yang diwakili oleh Ariska Putri Pertiwi berhasil membawa mahkota Miss Grand International.
Meski demikian, wanita yang dulunya bekerja di sebuah firma hukum ini, tidak merasa terbebani dengan hal tersebut.
Bahkan, ia bertekad membawa kembali mahkota kontes kecantikan yang bertujuan untuk ikut serta menciptakan perdamaian dan menghentikan peperangan.
"Karena kita sudah menang sebelumnya. Kalau beban sama saja. Mau pernah menang atau belum pernah, bebannya sama karena tujuannya untuk membawa crown lagi. Beban tersendiri nggak ada, ingin membawa yang terbaik aja," ucap Nadia.
Baca juga: Miss Grand International bicara soal peluang Indonesia di kontes kecantikan
Nadia sudah melakukan berbagai persiapan selama dua bulan dengan belajar mengembangkan knowledge oleh Markplus, di mana ia harus berpikir secara konseptual dan sistematis dalam menjawab pertanyaan.
Selain itu, Nadia juga mengikuti latihan catwalk, public speaking, makeup, kebugaran hingga perawatan tubuh.
"Kami sangat tahu persiapan Nadia selama dua bulan untuk mengikuti Miss Grand International. Selama persiapan itu, kami menyiapkan Nadia agar bisa tampil menjadi diri sendiri. Karena Nadia bukan Ariska," ujar Dikna Faradiba, National Director Miss Grand Indonesia.
Pewarta: Maria Cicilia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2018