Media dan wartawan harus menjadi 'communicating of hope'. Itulah jati diri wartawan, mengkritik, memberikan masukan, dan memberikan harapan. Kembalikan tugas media untuk searching the truth, bukan ikut-ikutan menciptakan disorientasi nilai-nilai."
Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo saat pembukaan Kongres XXIV Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mengajak wartawan untuk memerangi munculnya "hoax", berita palsu, dan kabar bohong yang memanfaatkan ruang kebebasan dan demokrasi.
"Tidak hanya di negara kita, di negara-negara lain juga sama. Saya ke Singapura, PM Lee mengeluhkan hal yang sama. Ke Malaysia, mengeluhkan hal yang sama. Ke Timur Tengah, beberapa syeikh dan emir juga mengeluhkan hal yang sama yang sebelumnya tidak pernah terjadi," kata Presiden saat membuka acara yang diselenggarakan di The Sunan Hotel, Surakarta, Jumat.
Menurut Presiden, penyebaran kabar-kabar itu cenderung dilakukan melalui media yang tidak terdaftar atau tidak jelas penanggung jawabnya dan alamatnya.
Hoax juga kerap disebar berantai melalui media sosial maupun aplikasi diskusi seperti grup WhatsApp agar bisa mempengaruhi persepsi massa bahwa informasi yang disampaikan berstatus benar.
"Tentu saja di balik penyebaran hoaks itu ada modus kepentingan-kepentingan tertentu, utamanya ini kepentingan politik yang sangat kuat, untuk mempengaruhi persepsi pembaca sehingga sesuai dengan tujuan kepentingan itu, sesuai dengan kepentingan politiknya," ujar Jokowi dalam keterangan dari Deputi Protokol, Pers dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin.
Presiden menilai PWI dan media berperan penting untuk memberikan informasi yang benar. Banyaknya kabar palsu yang beredar menjadi peluang untuk menunjukkan betapa pentingnya media memberikan informasi yang nyata.
"Dan saat-saat seperti ini kita semakin membutuhkan penyajian informasi berita berkualitas karena terlalu banyak berita yang tidak jelas juntrungnya. Tentu saja yang sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalisme. Ini adalah kesempatan bagi media untuk membuktikan kepada rakyat bahwa media merupakan sumber informasi yang kredibel dan berkualitas," kata Presiden.
Kepala Negara menambahkan Indonesia membutuhkan wartawan-wartawan yang berdedikasi tinggi, dan bermartabat, serta dapat menjaga etika profesi, dan berkesadaran tinggi bahwa satu artikel dari dirinya turut menentukan persepsi publik serta menentukan masa depan Indonesia.
Wartawan juga harus terikat pada Undang-Undang Pers dan kode etik untuk menguji informasi itu menjadi rumah penjernih informasi (clearing house of information), tambah Jokowi.
"Karena itu sahabat-sahabat saya para wartawan, marilah kita menyadari bersama bahwa kekuatan besar yang dimiliki itu perlu disertai dengan tanggung jawab yang besar untuk menjaga kehidupan bangsa dan negara yang kita cintai ini, negara Indonesia," kata Kepala Negara.
Selain itu, pendidikan literasi media kepada masyarakat penting dilakukan sehingga masyarakat memiliki budaya mengonsumsi media secara sehat dan memiliki daya tangkap dalam menghadapi berita-berita hoax, serta mampu memilih dan memilah informasi yang datang kepada masyarakat.
"Media dan wartawan harus menjadi 'communicating of hope'. Itulah jati diri wartawan, mengkritik, memberikan masukan, dan memberikan harapan. Kembalikan tugas media untuk searching the truth, bukan ikut-ikutan menciptakan disorientasi nilai-nilai," kata Presiden.
Presiden juga menilai tantangan bagi PWI semakin besar serta memiliki peran yang makin penting dalam memberikan panduan agar media bisa membedakan antara kabar substansi dan kabar sensasi, serta informasi yang benar dan yang salah, maupun berita yang asli dan yang palsu, ataupun antara ujaran kebenaran dan ujaran kebencian.
Pewarta: Bayu Prasetyo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018