Atambua (ANTARA News) - "Gerhana bulan" yang terjadi pada Selasa malam dan terlihat jelas di langit sebelah timur membuat ratusan warga kota Atambua dan sekitarnya ramai memukuli berbagai tetabuhan sejak matahari tenggelam. Gejala pemunculan bulan dengan warna tidak wajar mulai disadari warga sejak matahari tenggelam. Jika biasanya bulan pada keadaan cuaca cerah terbit dengan warna jingga, maka pada Selasa sore itu menjadi kemerahan. Menurut berbagai sumber yang memiliki otoritas soal fenomena alam antariksa, gejala seperti itu disebabkan posisi planet Bumi, planet Mars, dan bulan, ada pada satu garis sumbu. Karena peristiwa antariksa yang sangat langka itulah, penampakan bulan menjadi kemerahan, karena planet Mars merupakan planet yang memiliki pantulan sinar kemerahan. Karena penampakan seperti itu, warga mengira bahwa bulan akan redup cahayanya dalam waktu lama. "Makanya kami memukuli apa saja yang bisa menimbulkan bunyi berisik supaya bulan kembali normal," kata Bartholomeus Mauk, warga Kampung Tenubot, Kota Atambua. Bersama dengan remaja di kampungnya itu, mereka memukuli tiang listrik, panci-panci, atau benda-benda lain supaya keyakinan mereka bisa terbukti. Bulan tetap menjadi kemerahan dan mencapai puncak warnanya pada pukul 19.45 WITA. Dalam keremangan cahaya rembulan, warga turun ke jalan-jalan dan saling memberi tahu fenomena alam yang terjadi. Alhasil, jalan-jalan dipenuhi warga yang mendongakkan wajahnya ke arah timur langit untuk mencari tahu gejala astronomis yang sangat langka terjadi itu. Gejala astronomis sangat langka itu juga menjadi perhatian warga di sekitar Pintu Lintas Utama Perbatasan Mota Ain, di Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu. Personil pasukan pengamanan perbatasan Markas Besar TNI di Mota Ain, bersama dengan sejawatnya dari Timor Timur, juga tidak ingin melewatkan saat-saat yang unik itu. Teropong malam dan teropong biasa dipakai mereka untuk mengamati menit-menit yang sangat lama lagi baru terulang itu. "Kami melihat dari sini sangat jelas sekali. Langit bersih dan tidak ada awan. Tapi keluarga kami di Mataram, di markas batalion, menyatakan, tidak bisa melihat hal ini secara jelas," kata Komandan Pos Mota Ain, Letnan Satu Infantri Budi Setiadi. Secara alamiah, garis sumbu bumi yang miring sebanyak 23,5 derajat itu memungkinkan bulan untuk berada pada satu garis sumbu bersama dengan matahari. Jika pada gerhana bulan, penutupan bulan oleh bumi dari pantulan sinar matahari berjalan dari sisi kiri ke kanan satelit alam bumi itu. Namun kali ini, posisi "gerhana bulan" itu diselipi planet Mars yang berada persis pada satu garis sumbu di antara bumi dan bulan, dan kehadiran planet yang berwarna merah karena kandungan gas methananya itu justru berasal dari arah bawah ke atas. Planet Mars, planet ketiga dalam sistem tata surya matahari, memiliki massa hanya 0,25 dari massa bumi. Sedangkan bulan, satu-satunya satelit alam bumi, memiliki massa 0,3 dari massa bumi dengan jarak sekitar 150.000 kilometer, dan bidang orbitnya mirip dengan garis orbit planet lain. Jika dilihat dari bumi, ukuran planet Mars dan bulan nyaris sama, dan hal itu terbukti pada saat "gerhana bulan" ini terjadi, di mana ukuran planet Mars mampu menutupi hampir seluruh bidang permukaan bulan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007