Jakarta (ANTARA News) - Dirjen Pengelolaan Utang di Departemen Keuangan (Depkeu), Rahmat Waluyanto, menyatakan bahwa pasar obligasi negara sudah mulai pulih dari pengaruh krisis kredit perumahan di Amerika Serikat (AS), yang terlihat dari mulai meningkatnya kembali transaksi rata-rata harian obligasi negara di pasar sekunder "Pada pekan ketiga ini, perdagangan tercatat naik 22 persen dibanding pekan sebelumnya dan transaksi rata-rata harian mencapai Rp6,9 triliun, padahal rata-rata sepanjang 2007 hanya Rp5,9 triliun," kata Rahmat di Jakarta, Selasa. Dijelaskannya, transaksi rata-rata harian sempat turun dari posisi Rp8 triliun pada Mei, menjadi Rp7,8 triliun pada Juni, dan anjlok menjadi Rp4,7 triliun pada Juli. "Per 24 Agustus, posisinya sudah menjadi Rp6,9 triliun," katanya. Dia juga mengatakan, kurva imbal hasil (yield curve) untuk seri-seri yang menjadi patokan juga mengalami penurunan sekitar 24-27 basis poin. Rahmat menjelaskan, beberapa hal yang memperbaiki situasi pasar obligasi negara saat ini antara lain, krisis likuiditas global yang sudah mereda sebagai dampak dari penurunan bunga diskonto Federal Reserve Bank, dan suntikan bank sentral beberapa negara Eropa hingga mencapai 350 miliar dolar AS, serta penguatan kembali pasar modal global. "Kekhawatiran pasar atas krisis `subprime mortgage` di AS telah berkurang yang terlihat dari adanya laporan peningkatan sektor perumahan di AS," jelasnya. Dari sisi internal, jelasnya, likuiditas yang besar di pasar lokal dan terkendalinya inflasi mendorong pemulihan pasar obligasi negara, yang terlihat dari mulai kembalinya asing ke pasar Surat Utang Negara (SUN), meski saat ini asing masih posisi jual netto. "Kalau ditanya apakah ada persepsi negatif pasar SUN, saya katakan persepsinya masih positif karena fundamental ekonomi yang stabil, kurs rupiah yang terjaga, cadangan devisa yang cukup tinggi, serta kebijakan pemerintah yang memberi kepastian pasar," katanya. Sementara itu, Direktur Direktorat Pengelolaan SUN Bhimantara Widyajala mengatakan kepemilikan SUN asing yang pada 16 Agustus tercatat Rp74,3 triliun kembali turun pada 24 Agustus menjadi Rp71 triliun. "Diharapkan dalam waktu tidak lama, ketertarikan asing segera membaik," jelasnya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007