Surabaya (ANTARA News) - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Prof Ir Mohammad Nuh DEA menyatakan tak pernah membuat draft Revisi UU Pers, karena yang ada hanya nota akademik UU Pers. "Kami hanya pernah mendiskusikan Nota Akademik Revisi UU Pers dengan Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung. Kajian itu pun dilakukan atas dasar amanat DPR RI 1999-2004," katanya di Surabaya, Selasa. Usai membuka Sosialisasi TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) Bagi Siswa SMA/SMK se-Jatim di Surabaya itu, mantan rektor ITS Surabaya mengatakan Nota Akademik itu tidak sedikit pun menyebut kata-kata breidel. "Nota Akademik itu pun hanya berhenti di nota itu, karena itu kalau ada draft Revisi UU Pers yang beredar dimana-mana itu bukan rancangan kami," katanya. Bahkan, katanya, sejak Sofyan Djalil (Menkominfo sebelumnya) hingga dirinya menjadi Menkominfo pun tidak pernah membuat draft Revisi UU Pers, apalagi menyampaikan ke DPR atau pihak mana pun. "Kalau sekarang ada publik yang menerima draft Revisi UU Pers, hal itu jelas tidak benar. Kalau draft Nota Akademik yang menyebutkan enam pandangan mungkin ada, tapi hanya Nota Akademik," katanya. Prof Nuh mengaku di masyarakat sudah beredar sejumlah draft Revisi UU Pers, namun semuanya bukan rancangan pemerintah, karena pemerintah tidak punya niatan untuk itu. "Wacana Revisi UU Pers memang ada pada saat Menkominfo diundang ke Dewan Pers, namun pemerintah hanya bertanya, apakah UU Pers yang ada perlu direvisi, tetap, atau hanya per item yang harus diperbaiki," katanya. Namun, katanya, pemerintah sendiri tidak akan pernah mengambil inisiatif untuk merevisi UU Pers, kecuali memfasilitasi bila lembaga pers seperti PWI, AJI, Dewan Pers, dan sebagainya ingin melakukan revisi. "Jadi kami tidak akan berinisiatif untuk mengajukan Revisi UU Pers, tapi hal itu dikembalikan kepada insan pers sendiri," katanya. Ia mengatakan, UU atau peraturan apa pun memang akan mengalami tiga fungsi yakni fungsi waktu, fungsi "content" (muatan), dan fungsi konteks. "Kalau ketiga fungsi itu tidak dijawab oleh sebuah peraturan, maka peraturan atau UU itu memang sudah lazim untuk dilakukan perubahan, misalnya kesejahteraan pekerja pers, UU Pers sebagai lex specialis, dan banyak lagi," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007