Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah sedang mempertimbangkan dua opsi penyaluran subsidi minyak goreng yaitu pemberian dana langsung atau berupa produk. "Kan yang penting intinya membantu orang miskin, bisa dalam bentuk barang atau bentuk lain kan bisa juga," kata Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan (Depdag), Ardiansyah Parman, usai membahas kestabilan harga beras bersama Perum Bulog di Depdag, Jakarta, Selasa. Menurut Ardiansyah, pemerintah masih mencari opsi penyaluran yang paling mudah serta tepat sasaran. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Selasa (28/8) pagi menyetujui alokasi Pungutan Ekspor (PE) minyak sawit mentah (CPO) sebesar Rp325 miliar untuk subsidi minyak goreng bagi 15,8 juta rumah tangga miskin. Alokasi Rp325 miliar itu dipergunakan untuk mensubsidi kebutuhan minyak goreng selama tiga bulan (September, Oktober, Nopember). Dengan demikian setiap keluarga akan mendapat subsidi sekitar Rp20.000 per kepala keluarga untuk tiga bulan. Jika penyaluran subsidi minyak goreng diberikan berupa barang, maka dana tersebut juga akan digunakan untuk biaya distribusi. Penyalurannya mungkin akan dilakukan bersamaan dengan pembagian beras miskin (raskin). "Kurang lebih seperti itu," ujar Ardiansyah. Keputusan mengenai mekanisme subsidi minyak goreng akan dibahas pada rapat koordinasi tingkat menteri pada Rabu (29/8). Harga minyak goreng sejak awal Agustus 2007 sudah mulai naik kembali setelah sempat stabil di level Rp8.500 per kg rata-rata nasional. Pekan ini harga rata-rata nasional minyak goreng telah mencapai Rp9.172 per kg karena pengaruh meningkatnya harga CPOB internasional yang sempat menembus angka 800 dolar AS per ton. Harga tertinggi minyak goreng curah terjadi di Jayapura sebesar Rp11.000 per kg dan terendah di Rp8.000 per kg sedangkan di Jakarta harga tertinggi terjadi di Pasar Koja Baru, Grogol dan Rawamangun Rp10.000 per kg dan terendah di Pasar Minggu Rp8.700 per kg.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007