Jakarta (ANTARA News) - Bupati Halmahera Timur non-aktif Rudy Erawan divonis 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti menerima Rp6,3 miliar dari mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Rudy Erawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sesuai dengan dakwaan ketiga penuntut umum. Menjatuhkan hukuman pidana selama 4 tahun dan 6 bulan ditambah denda sebesar Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Faishal Hendri dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.
Vonis itu lebih dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut agar Rudy Erawan divonis 5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Vonis itu berdasarkan dakwaan ketiga pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Majelis hakim yang terdiri atas Fashal Hendri, Bambang Wiryanto, I Wayan Wiryono, Joko Subagyo dan Sukartono tersebut juga menyetujui tuntutan JPU untuk meminta pencabutan hak politik Rudy Erawan selama beberapa waktu.
"Mengenai hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik, majelis hakim sependapat dengan JPU dan menilai relevan untuk dikabulkan karena dipandang adil dalam putusan ini. Menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun dihitung sejak terdakwa selesai jalani pidana pokok," tambah hakim Faishal.
Dalam perkara ini, Rudy Erawan selaku Bupati Halmahera Timur provinsi Maluku Utara bersama-sama dengan Mohammad Arnes Solikin Mei telah menerima hadiah berupa uang sejumlah Rp3 miliar dalam mata uang dolar AS, Rp2,6 miliar dalam mata uang dolar AS, uang 20.460 dolar Singapura dan uang senilai Rp200 juta dari Amran Hi Mustary selaku Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.
Tujuan pemberian uang itu karena Rudy telah menjembatani kepentingan Amran untuk menjadi kepala BPJN IX dengan cara kolusi dan nepotisme dengan pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI.
Rudy pada awal 2015 bertemu dengan sekretaris DPD PDIP Maluku Utara Ikram Haris dan mantan anggota DPRD Maluku Utara Imran S Djumadil di cafe Hotel Century Senayan Jakarta. Amran saat itu mengatakan ingin pindah kantor karena sudah tidak menduduki jabatan lagi.
Amran mengatakan bila ia berhasil menjadi Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara maka Amran akan memberi bantuan untuk mengusahakan program Kementerian PUPR masuk ke wilayah Halmaera Timur dan memberikan bantuan dana untuk keperluan Rudy dan Rudy pun bersedia membantu dengan menyampaikan "nanti ada pendekatan dengan orang yang punya akses ke dalam".
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018