Pemerintah seharusnya berani meningkatkan iuran walaupun tidak populisJakarta (ANTARA News) - Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) menyebut penggunaan pajak rokok untuk menutup defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai ironi.
"Ironis karena pemerintah mengambil dana pencegahan penyakit katastropik dari pajak rokok daerah untuk menambal defisit penyakit katastropik akibat konsumsi rokok," kata Wakil Sekretaris Jenderal IAKMI Mouhamad Bigwanto dihubungi dari Jakarta, Rabu.
Selain itu menurut pendapatnya penggunaan pajak rokok untuk menutup defisit BPJS Kesehatan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan akan menimbulkan masalah baru yang lebih besar.
Masalah, dia melanjutkan, akan muncul ketika pajak rokok menjadi sandaran untuk menutup defisit BPJS Kesehatan tetapi pemerintah enggan menaikkan tarif cukai dan harga rokok secara signifikan.
"Hal itu akan mendorong peningkatan produksi dan konsumsi rokok," ujarnya.
Bigwanto mengatakan defisit anggaran untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebenarnya sudah sejak lama diperkirakan akan terjadi karena jumlah iuran yang masuk lebih rendah dari nilai klaim biaya setiap tahun. Keadaan itu, menurut dia, akan terus berlanjut kalau peringatan dini tidak segera ditanggapi.
"Beban biaya pengobatan akan terus naik, sementara jumlah iuran yang masuk masih jauh di bawah nilai klaim pasien setiap tahun. Pemerintah seharusnya berani meningkatkan iuran walaupun tidak populis," katanya.
Baca juga:
YLKI sebut pajak rokok - BPJS timbulkan sesat pikir
Penjelasan Jokowi soal cukai rokok untuk layanan kesehatan
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018