Jangan sampai proyek yang punya nilai positif, menjadi negatif akibat tidak memperhatikan keberlanjutan lingkungan..

Jakarta (ANTARA News) - Solusi yang terbaik untuk mengatasi krisis listrik di Sumatera Utara adalah pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) melalui pembangunan pembangkit listrik tenaga air, menyusul akan berakhirnya kontrak pembangkit listrik terapung Turki yang sandar di Belawan sejak Juli 2017.

"Pembangunan PLTA adalah solusi terbaik dan aman dalam jangka panjang dengan menempatkan pelestarian alam sebagai fokus utama keberlangsungan PLTA itu sendiri," kata Ketua Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) Sofyan Tan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Dia menunjuk pembangunan PLTA Batangtoru di Tapanuli Selatan yang mengoptimalkan potensi kekayaan alam untuk kesejahteraaan masyarakat dengan meminimalisir gangguan, tetapi menjadikan aspek lingkungan sebagai prioritas utama pengelolaan.

Diingatkannya, sebenarnya Sumut kekurangan listrik karena pembangkit listrik yang ada sering mengalami kerusakan. Dibutuhkan pembangkit baru untuk memenuhi kebutuhan energi di masa-masa mendatang.

Pembangkit ini, dikatakan berteknologi canggih ini didesain irit lahan dengan hanya memanfaatkan badan sungai seluas 24 hektare dan lahan tambahan di lereng yang sangat curam seluas 66 ha sebagai kolam harian untuk menampung air.

PLTA Batang Toru sangat efisien dalam penggunaan lahan, terutama jika dibandingkan dengan Waduk Jatiluhur di Jawa Barat yang membutuhkan bendungan seluas 8.300 Ha untuk membangkitkan tenaga listrik berkapasitas 158 MW.

Dikatakannya, pembangkit listrik yang aman karena tidak menggunakan bahan bakar minyak atau batubara. "Pakai batubara, BBM, dan sebagainya, pasti mencemari lingkungan dan biayanya tinggi," kata Sofyan.

Jika menggunakan sumber energi baru dan terbarukan, maka nilai itu konsisten. Awalnya investasi memang mahal, tetapi selanjutnya bisa murah. Lagi pula memanfaatkan kekayaan alam dinilainya, memang sah-sah saja.

Hal utama dalam menggunakan sumber daya alam ini, kata Sofyan, harus diselaraskan dengan upaya meminimalkan kerusakan hutan. Penggunaan terowongan air menghindari kerusakan hutan, dan dinilai sebagai solusi yang pas.

"Kalau menggunakan terowongan air, tentu tidak merusak hutan yang ada di atasnya," kata Sofyan yang juga anggota DPR RI.

Dia membandingkan pembangunan di negara lain. Beberapa negara sengaja membangun terowongan untuk membuka jalan, ketimbang membuka hutan. Dengan cara itu, hutan tetap terjaga, terowongan tetap jalan.

Pemanfaatan teknologi sudah seharusnya dan sah-sah saja. Misalnya, membangun PLTA membangun itu sah-sah saja. Namun, yang harus diingat bagaimana menyeimbangkannya.

"Jangan sampai proyek yang punya nilai positif, menjadi negatif akibat tidak memperhatikan keberlanjutan lingkungan," kata Sofyan, yang juga pendiri Yayasan Perguruan Sultan Iskandar Muda, sekolah formal yang mengedepankan nilai-nilai kebinekaan.

Masih kekurangan listrik
Dijelaskannya, Sumut yang masih kekurangan listrik. Masalah kemandirian listrik ini dipandang krusial.

Saat ini situasi surplus listrik yang ada di Sumut karena adanya suplai dari pembangkit listrik terapung atau atau Marine Vessel Power Plant Onur Sultan asal Turki yang sandar di Belawan, sejak Juli 2017.

Kapal ini beroperasi dengan dua bahan bakar, bahan bahar minyak (BBM) jenis "heavy fuel oil" (HFO) dan bahan bakar gas (BBG) dan memasok listrik berkapasitas 240 MW ke sistem kelistrikan Sumatera Bagian Utara.

Sewa kapal itu relatif mahal dan akan disewa selama lima tahun. Pada saat sewa kapal pembangkit listrik itu berakhir tahun 2022, pembangkit berbasis energi baru dan terbarukan sudah beroperasi secara bertahap, seperti PLTP (panas bumi) Sorikmarapi dan PLTA Batangtoru.

Untuk menghindari beda pendapat yang lebih jauh terkait PLTA Batangtoru, Sofyan mengajak semua pemangku kepentingan duduk bersama untuk menyatukan persepsi tentang bagaimana meminimalkan dampak lingkungan.

Baca juga: Rektor USU sebut PLTA Batangtoru tidak ancam lingkungan
Baca juga: KLHK perkuat konservasi orangutan di Batang Toru

Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2018